Informations about all

Pages

Jumat, 13 Desember 2013

Adipati Karno

figur Wayang Adipati Karno

jauh di luar perkemahan Tegal Kurusetra, Dewi Kunti menemui Basukarno di pinggir sungai Gangga untuk membujuknya agar mau bergabung dengan adik-adiknya Pandawa pada perang Baratayuda. (lukisan karya: Herjaka HS)
Kidung Malam 92
Adipati Karno

Basukarno tidak hanya menunjukkan kelasnya dalam hal ilmu berolah senjata panah, tetapi ia pun mampu menguasai dirinya dengan amat matang. Sikap Dewi Durpadi yang merendahkan dirinya di atas panggung sayembara, pada saat Basukarno berhasil menarik dengan sempurna busur pusaka Cempalaradya, serta penolakan Dewi Durpadi yang seharusnya menjadi putri boyongan setelah Basukarno berhasil membidik sasaran dengan tepat, tidak membuatnya menjadi kalap. Walaupun ada perasaan jengkel, Basukarno pemenang sayembara yang dibatalkan tanpa sebab, turun dari panggung kehormatan dengan penuh percayaan diri, tanpa sedikitpun rasa kecewa menggores di wajahnya.

Dengan tenang Basukarno meninggalkan panggung kehormatan. Ia tidak mempedulikan penolakan Dewi Durpadi. Baginya yang paling utama adalah mempertontonkan kemampuan ilmunya dihadapan orang banyak. Ia menyeberangi lautan manusia yang memenuhi alun-alun Cempalaradya waktu itu. Ribuan pasang mata mengikuti dan mengamati setiap gerak langkahnya. Demikian juga saat ketika ia meladeni Arjuna untuk beradu kebolehan ilmu memanah. Menyaksikan tingkat ilmu yang dimiliki Basukarno orang-orang dibuat penasaran, benarkah ia seorang sudra?

Biarlah semua orang menilaiku demikian, orang sudra! kelas bawah! Hal itu saya sadari bahwa aku memang seorang sudra anak sais kereta kerajaan yang bernama Adirata. Walaupun aku seorang sudra, kata mereka, aku adalah anak yang cerdas berani dan jujur. Aku tumbuh dan dibesarkan dibawah asuhan pasangan Adirata dan Nyai Rada.

Setelah menginjak dewasa, Basukarno sering berpetualang sendirian. Belajar kesana-kemari kepada orang-orang berilmu. Ketika pada suatu waktu Karna lewat di Sokalima, ada dorongan yang amat kuat untuk mencecap ilmu kepada Pandita Durna. Namun dikarenakan ia adalah seorang sudra, Basukarno tidak berani berterus terang, karena tahu akibatnya, yaitu ditolak. Oleh karenanya ia memilih belajar secara diam-diam dan sembunyi-sembunyi, agar tidak diketahui oleh siapa pun.

Selain berguru kepada Pandita Durna, Basukarno juga berguru kepada Ramaparasu guru sakti yang ahli bermain senjata Kapak dan senjata panah. Seperti halnya ketika belajar di Sokalima, di hadapan Ramaparasu, Basukarno tidak mau berterus terang. ia menyamar sebagai seorang brahmana penggembara. Hal tersebut dilakukan karena Rama Parasu mempunyai dendam pribadi kepada seorang ksatria, dan tidak mau menerima murid seorang ksatria. Maka Karna menyamar menjadi seorang brahmana dan berguru kepada Rama Parasu. Dengan menyamar sebagai brahmana, Basukarno diterima menjadi murid Rama Parasu. Ilmu-ilmu yang diajarkan diserapnya dengan cepat dan tuntas.

Jika Basukarno ingin belajar ilmu setinggi mungkin, harapan Adirata sangatlah sederhana dan realistis. Ia menginginkan agar anaknya menjadi seorang sais kereta seperti dirinya. Agar harapan tersebut dapat tercapai, Adirata memberi kereta kuda kepada Basukarno, untuk belajar menjadi sais kereta. Basukarno tidak menolak pembereian ayahnya, malahan ia menggunakan kereka kuda tersebut untuk latihan perang-perangan.

Kini, ketika Basukarno telah menjelma menjadi pemuda berilmu tinggi, Sengkuni dan Duryudana telah memeluknya. Di tengah-tengah para Kurawa, Basukarno tidak lagi seorang sudra. Ia telah diangkat menjadi Adipati yang sederajat dengan para ksatria Pandawa. Adipati Karno, demikianlah nama yang pantas disandang setelah pengangkatannya.

Adipati Karno sungguh bahagia. Kebahagiaannya tidak semata-mata pengangkatan dirinya sebagai seorang adipati, melainkan dengan pengangkatan dirinya, jalan terbuka lebar untuk dapat berperang tanding melawan Arjuna, dikelak kemudian hari.

herjaka HS
Share:

Kartamarma

Figur Wayang Kartamarma

Kartamarma dalam bentuk wayang kulit buatan Kaligesing Purworejo,
koleksi Tembi Rumah Budaya (foto: Sartono)
Kartamarma

Kartamarma adalah salah satu dari seratus anak bersaudara laki-laki yang lebih populer disebut dengan Kurawa. Anak pasangan Destarastra dan Dewi Gendari ini bertempat tinggal di negara kecil yang ditaklukan Hastina, dan kemudian disebut dengan ksatrian Toyatinalang. Di Hastinapura Kartamarma termasuk tokoh penting. Karena disamping sebagai putra raja, sewaktu yang menjadi raja Destarastra atau juga adik raja saat yang menjadi raja Duryudana, Kartamarma diangkat menjadi panitisastra atau sekretaris negara pada masa pemerintahan Prabu Duryudana. Oleh karenanya ia selalu hadir dalam setiap adegan atau cerita yang mengisahkan para Kurawa.

Walaupun Kartamarma tidak mempunyai kesaktian yang menonjol, ia adalah satu-satunya keluarga kurawa yang tidak mati dalam perang Baratayuda. Ketika melihat gelagat bahwa Kurawa bakal kalah, Kartamarma menyingkir ke hutan sembari menunggu perang selesai. Di hutan Kartamarma bertemu dengan Aswatama, anak Pandita Durna.

Setelah mendengar kabar bahwa Duryudana telah mati dan perang Baratayuda selesai Kartamarma dan Aswatama bermaksud kembali ke Hastina untuk menjemput Dewi Banowati. Kartamarma ingin mengambil istri, sedangkan Aswatama bermaksud membunuh Banowati. Namun maksud keduanya tidak kesampaian, karena Dewi Banowati telah terlebih dahulu diboyong oleh Arjuna di perkemahan para Pandawa.

Akhirnya Kartamarma dan Aswatama merubah rencana. Mereka ingin menyusup ke perkemahan pada malam hari untuk membunuh para pandawa. Dalam penyusupan tersebut Aswatama berhasil membunuh Banowati, Drestajumena dan Srikandi. Sedangkan Kartamarma dengan ditemani Resi Krepa menunggu di luar perkemahan. Keberadaan mereka berdua dipergoki oleh keluarga pandawa.

Dihadapan Kartamarma dan Resi Krepa Prabu Kresna mengatakan bahwa dengan menyusup di perkemahan pada malam hari untuk membunuh lawan yang sedang istirahat, merupakan sikap yang tidak terpuji. Sikap yang telah menanggalkan watak ksatria dan watak Pandita. Oleh karenanya Prabu Kresna mengutuk Kartamarma dan Resi Krepa menjadi seekor �Kutis� hewan pemakan kotoran.

Ada yang mengisahkan bahwa Kartamarma atau Kertawarma bukan salah satu anak pasangan Destrarastra dan Gendari, melainkan anak Prabu Herdika seorang raja di Kerajaan Bhoja. Dalam perang Baratayuda, Kertawarma memihak Korawa. Hingga perang berakhir Kertawarma masih selamat. Ia kemudian pulang ke negaranya, untuk tidak berperang lagi.

herjaka HS
Share:

Pandudewanata

Figur Wayang Pandu dewanata

Pandudewanata dalam bentuk wayang kulit buatan Kaligesing Purworejo,
koleksi Museum Tembi Rumah Budaya. (foto: Sartono)
Pandudewanata

Raden Pandu adalah anak kedua raja Hastina yang bernama Abiyasa atau Prabu Kresnadwipayana, yang berpasangan dengan salah satu dari ketiga putri negara Kasi atau Giyantipura, yaitu Dewi Ambalika. Raden Pandu mempunyai wajah yang tampan, tetapi mukanya pucat dan lehernya �tengeng� (kaku selalu menengok). Walaupun mempunyai cacat secara fisik, Pandu adalah satria yang sakti mandraguna serta patuh kepada orang tua.

Dikarenakan kakak Pandu buta, maka Raden Pandu menggantikan ayahandanya menjadi raja di Negara Hastinapura dengan gelar Prabu Pandudewanata. Ia beristrikan Dewi Prita atau Dewi Kunti anak raja Mandura Prabu Kuntiboja, yang didapat melalui sayembara di negara Mandura, serta Dewi Madrim, anak Prabu Mandrapati raja Mandaraka. Dari kedua istri tersebut Pandu tidak mendapatkan anak, karena kutukan Resi Kimindama, yang di�sot�kan (dikutukan) setelah Pandu membunuh istri Resi Kimindama dengan panah. �Hai Pandu raja yang bodoh! engkau akan binasa ketika melakukan �saresmi� dengan istrimu. Pandu sangat terkejut, tidak menyangka bahwa sepasang kijang yang sedang berpasihan di rumput hijau tersebut jelmaan Resi Kimindama dan istrinya.

Oleh karena kutukan itu, Pandu bersama kedua istrinya yaitu Kunti dan Madrim tidak mendapatkan anak. �Kepada siapakah negara Hastina akan diwariskan?� Pandu sangat gelisah, sebagai raja besar ia tidak mempunyai keturunan. Ia kemudian meminta kepada Kunthi yang mempunyai aji Aditya Herdaya pemberian Resi Druwasa. Dengan aji tersebut Kunti dapat mendatangkan Dewa sesuai dengan keinginannya untuk memberikan anak.

Maka kemudian lahirlah dari rahim Kunti secara berurutan: Puntadewa pemberian Dewa Darma, Bimasena pemberian Dewa Bayu, Harjuna pemberian Dewa Indra, dan disusul anak kembar Nakula dan Sadewa pemberian Dewa Aswan dan Dewa Aswin yang lahir dari rahim Madrim. Kelima anak laki-laki yang lahir dari kedua istri Pandu tersebut disebut Pandawa Lima.

Pada saat terjadi perang Pamukswa, perang antara negara Hastina dan negara Pringgondani, Prabu Pandudewanata berhasil membunuh Prabu Tremboko raja raksasa dari Pringgondani. Belum puas atas kematian musuhnya, mayat Prabu Tremboko diinja-injak sepuasnya. Pada waktu menginjak-injak mayat prabu Tremboko, kaki Prabu Pandudewanata menginjak keris Kalanadah yang masih dipegang Prabu Tremboko. Maka jatuhlah Prabu Pandudewanata dan untuk beberapa lama ia menderita sakit... dan kemudian wafat. Ada yang mengatakan bahwa wafatnya Prabu Pandu bukan karena keris Kalanadah, melainkan karena ia sedang saresmi dengan Dewi Madrim istrinya.

herjaka HS
Share:

Narada

Figur Wayang Narada

Batara Narada, wayang kulit buatan Kaligesing Purworejo, koleksi Tembi Rumah Budaya (foto: Sartono)
Narada

Pada awal mula dunia diciptakan, adalah sebuah cahaya berbentuk telur. Sang Maha Pencipta atau Sang Hyang Tunggal menjadikannya kulit telur menjadi bumi dan langit yang dipisahkan cakrawala. Setelah kulit telur terpisah dari isinya, maka semakin bercahayalah isi telur tersebut. Cahaya yang memancar dari kuning telur menjadi Manik atau intan dan Maya, atau cahaya indah berwarna kehijauan. Sedangkang cahaya yang ditimbulkan dari bagian putih telur menjadi Nur, sinar terang benderang berwarna putih kekuning-kuningan, dan Teja atau sorotnya, pancarannya dari cahaya tersebut.

Dari keempat cahaya yang di pancarkan dari isi telur yaitu: Manik, Maya, Nur dan Teja, lahirlah empat orang manusia yang berupa ksatria tampan dengan badan ideal atau disebut dengan bambangan. Dari Manik lahirlah Manikmaya. Dari Maya lahirlah Ismaya. Dari Nur lahirlah Nurada. Dari Teja lahirlah Tejamantri. Keempat manusia pertama ciptaan Sang Hyang Tunggal tersebut disebut sebagai dewa dengan gelar batara.

Pada kisah selanjutnya keempat batara yang tampan tersebut saling berebut untuk menjadi penguasa dunia. Batara Manikmaya, Batara Ismaya dan Batara Tejamantri beradu kesaktian. Dalam adu kesaktian tersebut Batara Manikmaya berubah bentuk menjadi orang bertangan empat dengan sebutan Batara Guru. Batara Ismaya, berubah menjadi seorang berbadan pendek bulat dan hitam dan lebih dikenal dengan nama Semar. Batara Teja atau Batara Tejamantri atau juga Batara Antaga berubah bentuk menjadi orang pendek, gemuk dan bermulut lebar dan biasa dipanggil Togog.

Sementara itu Batara Nurada yang tampan, sakti, cerdas, banyak ilmu dan berwawasan luas sedang bertapa di tengah samodra. Ia merasa paling pantas menjadi penguasa dunia. Batara Guru datang dan mengatakan bahwa dirinya yang paling pantas menjadi penguasa dunia. Dikarenakan tidak ada yang mau mengalah dalam hal kekuasaan, keduanya terlibat dalam perkelahian. Batara Guru dapat mengalahkah kesaktian Batara Nurada dan menyatakan bahwa wajah Nurada itu lucu. Seketika itu Batara Nurada menjadi jelek tidak tampan lagi. Wajahnya lucu dan tubuhnya pendek, perutnya buncit. Namun dalam hal ilmu dan kecerdasan, Batara Nurada yang kemudian disebut Batara Narada mempunyai tingkatan ilmu lebih tinggi dibandingkan dengan Batara Guru. Oleh karenanya Batara Narada diangkat menjadi patih kahyangan Jonggring Saloka atau Suralaya mendampingi Batara Guru.

Selain menjadi patih Batara Narada juga menjadi penasihat Batara Guru dan sekaligus menjadi sesepuh para dewa. Kepada Guru ia memanggil adi Guru, dan sebaliknya Batara Guru menyebut kakang Narada.

Batara Narada bertempat tinggal di Kahyangan Suduk Pangudal-udal. Ia mempunyai satu isteri yang bernama Dewi Wiyodi. Dari perkawinan tersebut Batara Narada menurunkan dua anak yaitu Dewi Kanekawati dan Bhatara Malangdewa.

Karena kata sakti yang diucapkan Batara Guru sehingga ketampanan Batara Narada hilangi. Selanjutnya Batara Narada dilukiskan sebagai dewa yang lucu dan suka berkelakar, tetapi dibalik kelucuannya sesungguhnya ia adalah dewa yang paling pandai dan waskita. Diantara para dewa di Kahyangan, Batara Naradalah yang lebih sering mendapat tugas turun ke dunia memberikan anugerah kepada manusia. Sepanjang hidupnya Batara Narada melakukan satu kesalahan fatal dalam manjalankan tugasnya yaitu ketika ia ditugaskan oleh penguasa Kahyangan untuk menganugerahkan pusaka sakti berujud panah yang bernama Kuntawijayandanu. Seharusnya pusaka itu diberikan kepada Harjuna, tetapi keliru diberikan kepada Adipati Karna.

Batara Narada memiliki jimat berupa cupu Lingga Manik yang berisikan Tirta maya Mahadi yang dapat digunakan untuk mengobati segala macam penyakit. Nama lain dari Batara Narada adalah Sang Hyang Kanekaputra.

herjaka HS
Share:

Baladewa

Figur Wayang Baladewa

Prabu Baladewa, wayang kulit purwa buatan Kaligesing,
koleksi Tembi Rumah Budaya (foto: Sartono)
Baladewa

Baladewa adalah anak Prabu Basudewa, raja Mandura dari Ibu yang bernama Dewi Mahendra. Ia mempunyai saudara kembar yang bernama Kresna. Walaupun lahir kembar Baladewa dan Kresna adiknya tidak sama. Baladewa berkulit putih bule, sedangkan Kresna berkulit hitam cemani. Selain kresna, Baladewa mempunyai adik wanita bernama Bratajaya atau Sumbadra.

Walaupun Baladewa terkenal sebagai raja yang mudah marah, ia jujur, adil, dan tulus. Ia tidak sungkan-sungkan untuk meminta maaf atas kesalahannya. Sejak kecil Baladewa dan ke dua adiknya diungsikan dan disembunyikan di kademangan Widarakandang karena mendapat ancaman mau dibunuh oleh Kangsadewa. Di kademangan Widarakandang Baladewa dan kedua adiknya diasuh oleh Demang Antyagopa dan nyai Sagopi.

Di dalam pengungsian, Baladewa remaja yang bernama Kakrasana berguru kepada seorang resi jelmaan Batara Brama di pertapaan Argasonya. Setelah selesai berguru Baladewa diberi pusaka sakti yaitu senjata Nanggala yang berujud angkus, angkusa atau mata bajak, dan Alugora berujud gada dengan kedua ujung yang runcing. Selain itu Baladewa juga mendapat aji Jaladara yang dapat terbang dengan kecepatan tinggi. Maka kemudian Kakrasana mendapat sebutan nama Wasi Jaladara.

Baladewa beristeri Erawati anak Raja Salya dari negara Mandaraka dan mempunyai dua anak laki-laki yaitu Wisata dan Wimuna. Baladewa menjadi raja di Mandura menggantikan ayahnya Prabu Basudewa

Nama lain dari Baladewa adalah Kakrasana, Karsana, Balarama, Wasi Jaladara, Curiganata.

Pada saat perang Baratayuda berlangsung, Baladewa justru tidak terlibat sama sekali. Hal ini disebabkan karena rekayasa Prabu Kresna. Baladewa sengaja diselamatkan oleh Kresna dari kemungkinan buruk yang bakal menimpanya, yaitu dengan meminta Baladewa bertapa di Grojogan sewu. Tujuannya agar Baladewa tidak mendengar suara gemuruh perang, karena tertutup oleh suara air terjun. Baru ketika perang Baratayuda sudah usai, Baladewa sadar bahwa ia ditipu oleh adiknya. Baladewa meninggal dalam usia lanjut. Ia sempat menyaksikan penobatan Prabu Parikesit menjadi raja Hastinapura. Baladewa wafat menyusul Kresna adiknya yang terlebih dahulu muksa.

herjaka HS

dari berbagai sumber
Share:

Kala

Figur Wayang Kala

Kala yang adalah anak Batara Guru mendapat gelar Batara.
Dan ia pun berpakaian seperti layaknya pakaian para dewa,
yaitu berjubah, memakai tutup kepala ketu dewa oncit,
memakai samir dan praba. Batara Kala dalam bentuk wayang kulit purwa,
buatan Kaligesing Purworejo,
koleksi Tembi Rumah Budaya� (foto: Sartono)
Kala

Disuatu hari, ketika Batara Guru dan Dewi Uma terbang bercengkrama di atas alam desa yang indah permai, sampailah mereka berdua dipenghujung hari. Senja temaram yang indah, langit berwarna kemerah-merahan, sungguh pemandangan yang amat indah dan romantis. Kulit Dewi Uma yang tertimpa sinar mentari senja, merona cemerlang bagaikan emas murni. Batara Guru terpana melihat kecantikan Dewi Uma dan keelokan tubuhnya. Darah lelakinya bergolak. Ia lupa akan dirinya yang adalah raja dewa Suralaya, dan memaksa istrinya untuk melayani gejolak nafsunya. Dewi Uma menolak untuk melakukan perbuatan yang tidak pada tempatnya itu. Ia menghindar dari sergapan suaminya yang penuh nafsu birahi, sehingga kama Batara Guru jatuh di samodra. Batara Guru amat marah kepada Dewi Uma. Maka dikutuklah Dewi Uma menjadi raksasa dan diberi nama Batari Durga.

Dikisahkan kama salah yang jatuh, mengebur samodra dibarengi dengan badai dahsyat. Lalu kemudian munculah dari samodra sinar putih berujud sosok menakutkan yang bergulung-gulung menuju Kahyangan. Atas perintah Batara Guru �Kama Gumlundung� demikian cahaya putih itu disebut, dihujami pusaka-pusaka andalan para dewa untuk dibinasakan, agar tidak masuk ke Kahyangan. Namun Kama Gumlundung tidak binasa oleh pusaka-pusaka para dewa yang dihujamkannya, bahkan ia mampu menyerap energi-energi para dewa dan sekaligus keempat energi alam, yaitu Guntur Geni (energi api), Guntur Banyu (energi air), Guntur Bayu (energi angin) dan Guntur Bumi (energi bumi). Dari Guntur Geni ia mendapat kekuatan, dari Guntur Banyu ia mendapat kehidupan, dari Guntur Bayu ia mendapat kecepatan gerak dan dari Guntur Bumi ia semakin tumbuh dan jadilah rasaksa umur belasan tahun. Ia meninggalkan lautan menyusuri rawa-rawa.

Para dewa berlari masuk kahyangan. Raksaksa tersebut mengejarnya, sembari mengambil ganggeng dan lumut dan ditempelkan di badannya, untuk menutupi tubuhnya menirukan busana yang dipakai para dewa. Tak beberapa lama raksasa remaja tersebut telah bertemu Batara Guru. Ia �ngawu-ngawu sudarma�, meminta diaku sebagai anak. Batara Guru tidak dapat mengingkari nya. Ia mengakui dengan jujur bahwa geger kahyangan ini adalah merupakan akibat dari hasil perbuatannya. Oleh karenanya raksasa yang lahir dari kama salah ini diaku sebagai anak dan diberi nama Kala.

Batara Guru merasa kawatir, jika hal itu dibiarkan akan menelan banyak korban. Maka, ketika Kala bersujud di hadapan Batara Guru, dipotonglah lidah dan taring Kala yang mengandung bisa itu.

Potongan lidah dicipta Batara Guru menjadi senjata panah, dinamakan Pasopati. Kemudian potongan taring sebelah kanan dicipta menjadi senjata keris bernama Kalanadah, dan potongan taring sebelah kiri dicipta menjadi keris bernama Kaladete.

Kala didampingi oleh Batari Durga, yaitu penjelmaan dari Dewi Uma, istri Guru yang dikutuk menjadi wanita bermuka raksasa diberi tempat di Pasetran Gandamayit. Ditempat itu mereka berkuasa atas bangsa makhluk halus. Ada yang menyebutkan bahwa tempat tinggal Kala adalah Kahyangan Sela Mangumpeng.

herjaka HS
Share:

Limbuk

Figur Wayang Limbuk

Limbuk dalam bentuk wayang kulit purwa, buatan Kaligesing Purworejo,
koleksi Museum Tembi Rumah Budaya (foto: Sartono)
Limbuk

Limbuk dan Cangik adalah abdi raja yang bertugas melayani bendara-bendara putri di keputren, bersama dengan abdi-abdi putri lainnya. Pasangan Limbuk dan Cangik ini paling populer dibandingkan dengan abdi-abdi putri lainnya. Kepopuleran sepasang abdi tersebut bukan karena kemampuannya yang istimewa, melainkan karena ciri fisik yang dimiliki berbeda dengan abdi-abdi lainnya.

Limbuk dalam bahasa Jawa artinya �lemu tur wagu� yaitu badannya gemuk tetapi kurang proposional. Pada masyarakat Jawa seorang wanita yang mempunyai ciri fisik gemuk tetapi tak beraturan diberi �paraban� atau sebutan Limbuk. Nama sebutan yang sesuai dengan ciri fisiknya tersebut justru lebih populer ketimbang nama yang sesungguhnya pemberian dari orang tua.

Limbuk tergolong abdi wanita yang berparas jelek, namun genit. Oleh karenanya berkali-kali Limbuk batal dilamar. Sebagian orang menganggap bahwa Limbuk adalah anak Cangik. Tetapi ada pula yang menganggap bahwa hubungan Limbuk dan Cangik adalah hubungan teman sekerja.

Lepas dari itu semua Limbuk dan Cangik merupakan pasangan yang populer dan digemari orang banyak. Saking populernya hingga ada adegan khusus yang dinamakan Limbukan. Dalam adegan ini, tokoh Limbuk dan Cangik dijadikan sarana untuk memberi informasi, pencerahan dan sekaligus hiburan.

Kedua abdi tersebut saling melengkapi. Mereka sangat dekat dengan bendara putrinya. Pada saat bendara putrinya mengalami kebingungan, Cangiklah yang sering diajak berembug untuk memecahkan masalah serta mencari solusi. Sementara itu jika bendara putrinya berduka, Limbuk tampil menghibur dengan bernyanyi dan menari.

Selain badannya yang gemuk �pating pecotot,� Limbuk mempunyai ciri fisik yang lain, yaitu: dahinya lebar, matanya pecicilan, hidung sunthi, rambutnya selalu digelung kecil dan memakai kesemekan serta jarit

Banyak orang beranggapan bahwa pasangan Limbuk Cangik bukanlah abdi biasa, mereka merupakan abdi kesayangan, yang berfungsi ganda sesuai dengan kebutuhan bendara putrinya. Peran ganda itulah yang kemudian memposisikan Limbuk dan Cangik selain sebagai abdi yang melayani, juga sebagai orang tua yang memberi solusi dan sekaligus berperan sebagai sahabat yang penghibur, termasuk menghibur masyarakat luas.

herjaka HS
Share:

Panakawan

Figur Wayang Panakawan

Di dalam cerita Pewayangan khususnya Yogyakarta dan Surakarta dikenal adanya tokoh Panakawan. Pana artinya mengetahui, memahami permasalahan yang dihadapi dan mampu memberikan solusi-solusinya. Sedangkan Kawan atau sekawan selain berarti berjumlah empat, juga dapat dimaknai sebagai teman atau sahabat. Mereka adalah Semar beserta ketiga anaknya, yaitu; Gareng, anak yang paling tua, Petruk anak kedua dan yang bungsu bernama Bagong.

Tugas utama panakawan adalah menghantar dan memomong tokoh ksatria dalam mencari dan mencapai cita-cita hidupnya. Hubungan antara panakawan dan tokoh ksatria adalah hubungan yang sangat lentur. Kadang-kadang hubungan mereka bagaikan abdi dan bendara, yang melayani dan yang dilayani. Ada kalanya hubungan mereka seperti layaknya raja dan rakyatnya, gusti dan kawula, yang disembah dan yang menyembah Namun yang lebih tepat hubungan antara Panakawan dan ksatria bagaikan kedua sahabat yang saling berkomunikasi, berinteraksi, bertukar pendapat serta pikirannya untuk menyelesaikan dan menyingkirkan masalah-masalah yang menghalangi dalam usahanya mencapai sebuah cita-cita. Mereka saling asah (mengasah budi dan pikiran), asih (mengasihi dan mencintai), asuh (menjaga dan memelihara).

Keberhasilan tokoh ksatria dalam mencapai cita-citanya sangat bergantung kepada panakawan. Jika sang ksatria bersikap rendah hati mampu membina hubungan yang harmonis dengan panakawan, mau membuka hati untuk mendengarkan dan melaksanakan saran dari tokoh panakawan, dan rela hidup miskin, niscaya keberhasilan akan tercapai. Namun jika terjadi sebaliknya, kegagalanlah yang didapat. Karena begitu dominannya peran panakawan dalam menentukan keberhasilan sang ksatria, maka kemudian muncul sebuah pertanyaan Siapakah sesungguhnya tokoh panakawan tersebut? Menyimbolkan apakah mereka? Mengapa berjumlah empat?

Tidak sedikit tulisan dan pendapat yang menguraikan tokoh panakawan. Diantaranya adalah bahwa tokoh panakawan adalah Dewa atau penguasa semesta alam yang ngejawantah menjadi manusia miskin untuk bekerjasama dan membantu usaha manusia agar dapat mencapai cita-cita luhur. Ada juga yang berpendapat bahwa kemunculan tokoh panakawan ini bersamaan dengan suatu gerakan kalangan bawah yang ingin menunjukan kekuatan rakyat yang sesunguhnya. Raja dan para bangsawan (ksatria) yang berkuasa, tidak akan pernah berhasil mengantar negerinya kearah kemakmuran dan kesejahteraan jika tidak didukung dan di emong oleh rakyat. Seperti yang digambarkan dalam cerita wayang bahwa yang berhasil dan menang dalam sebuah pergulatan mendapatkan �wahyu� adalah tokoh yang senantiasa diikuti oleh panakawan.

Sementara itu ada yang menguraikan bahwa ke empat panakawan tersebut merupakan simbol dari cipta, rasa, karsa dan karya. Semar mempunyai ciri menonjol yaitu kuncung putih. Kuncung putih di kepala sebagai simbol dari pikiran, gagasan yang jernih atau cipta,. Gareng mempunyai ciri yang menonjol yaitu bermata kero, bertangan cekot dan berkaki pincang. Ke tiga cacat fisik tersebut menyimbolkan rasa. Mata kero, adalah rasa kewaspadaan. Tangan cekot adalah rasa ketelitian. Kaki pincang adalah rasa kehati-hatian. Petruk adalah simbol dari kehendak, keinginan, karsa yang digambarkan dalam kedua tangannya. Tangan depan menuding dengan telunjuknya, tangan belakang dalam posisi menggenggam. Jika digerakkan, kedua tangan tersebut bagaikan kedua orang yang bekerjasama dengan baik. Tangan depan menunjuk, memilih apa yang dikehendaki, tangan belakang menggenggam erat-erat apa yang telah dipilih. Sedangkan karya disimbolkan Bagong dengan dua tangan yang kelima jarinya terbuka lebar, artinya pekerja keras. Cipta, rasa, karsa dan karya merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Cipta, rasa, karsa dan karsa berada dalam satu wilayah yang bernama pribadi atau jati diri manusia, disimbolkan tokoh Ksatria. Gambaran manusia ideal adalah merupakan gambaran pribadi manusia yang utuh, dimana cipta, rasa, karsa dan karya dapat menempati fungsinya masin-masing dengan harmonis untuk kemudian berjalan seiring menuju cita-cita yang luhur. Dengan demikian menjadi jelas bahwa antara Ksatria dan panakawan mempunyai hubungan signifikan. Tokoh ksatria akan berhasil dalam hidupnya dan mencapai cita-cita ideal jika didasari sebuah pikiran jernih (cipta), hati tulus (rasa), kehendak, tekad bulat (karsa) dan mau bekerja keras (karya).

Diibaratkan seorang sais (jati diri manusia) mengendarai sebuah kereta yang ditarik empat ekor kuda (cipta, rasa, karsa dan karya). Bagaimana Kereta itu berjalan untuk mencapai tujuan sangat bergantung dengan kemampuan sais dalam mengendalikan dan mengoptimalkan kuda-kudanya. Jika si sais terampil niscaya ke empat kudanya akan kompak berderap berpacu menuju sasaran. Rintangan yang menghadang di jalan tidak akan membuat kereta jatuh dan tak mampu bangkit kembali. Paling-paling kereta akan mengurangi kecepatan sejenak untuk kemudian berpacu kembali.

(Herjaka)
Share:

Semar dan Wahyu

Semar dan Wahyu

Di dalam tulisan sebelumnya yang berjudul "Batara Semar," telah dipaparkan bahwa Batara Semar atau Batara Ismaya, yang hidup di alam Sunyaruri, sering turun ke dunia dan manitis di dalam diri Janggan Semarasanta, seorang abdi dari Pertapaan Saptaarga. Mengingat bahwa bersatunya antara Batara Ismaya dan Janggan Semarasanta yang kemudian populer dengan nama Semar merupakan penyelenggaraan Illahi, maka munculnya tokoh Semar diterjemahkan sebagai kehadiran Sang Illahi dlam kehidupan nyata dengan cara yang tersamar, penuh misteri.

Dari bentuknya saja, tokoh ini tidak mudah diterka. Wajahnya adalah wajah laki-laki. Namun badannya serba bulat, payudara montok, seperti layaknya wanita. Rambut putih dan kerut wajahnya menunjukan bahwa ia telah berusia lanjut, namun rambutnya dipotong kuncung seperti anak-anak. Bibirnya berkulum senyum, namun mata selalu mengeluarkan air mata (ndrejes). Ia menggunakan kain sarung bermotif kawung, memakai sabuk tampar, seperti layaknya pakaian yang digunakan oleh kebanyakan abdi. Namun bukankah ia adalah Batara Ismaya atau Batara Semar, seorang Dewa anak Sang Hyang Wisesa, pencipta alam semesta.

Dengan penggambaran bentuk yang demikian, dimaksudkan bahwa Semar selain sosok yang sarat misteri, ia juga merupakan simbol kesempurnaan hidup. Di dalam Semar tersimpan karakter wanita, karakter laki-laki, karakter anak-anak, karakter orang dewasa atau orang tua, ekspresi gembira dan ekspresi sedih bercampur menjadi satu. Kesempurnaan tokoh Semar semakin lengkap, ditambah dengan jimat Mustika Manik Astagina pemberian Sang Hyang Wasesa, yang disimpan di kuncungnya. Jimat tersebut mempunyai delapan daya yaitu; terhindar dari lapar, ngantuk, asmara, sedih, capek, sakit, panas dan dingin. Delapan macam kasiat Mustika Manik Astagina tersebut dimaksudkan untuk menggambarkan bahwa, walaupun Semar hidup di alam kodrat, ia berada di atas kodrat. Ia adalah simbol misteri kehidupan, dan sekaligus kehidupan itu sendiri.

Jika dipahami bahwa hidup merupakan anugerah dari Sang Maha Hidup, maka Semar merupakan anugerah Sang Maha Hidup yang hidup dalam kehidupan nyata. Tokoh yang diikuti Semar adalah gambaran riil, bahwa sang tokoh tersebut senantiasa menjaga, mencintai dan menghidupi hidup itu sendiri, hidup yang berasal dari Sang Maha Hidup. Jika hidup itu dijaga, dipelihara dan dicintai maka hipup tersebut akan berkembang mencapai puncak dan menyatu kepada Sang Sumber Hidup, manunggaling kawula lan Gusti. Pada upaya bersatunya antara kawula dan Gusti inilah, Semar menjadi penting. Karena berdasarkan makna yang disimbolkan dan terkandung dalam tokoh Semar, maka hanya melalui Semar, bersama Semar dan di dalam Semar, orang akan mampu mengembangkan hidupnya hingga mencapai kesempurnaan dan menyatu dengan Tuhannya.

Selain sebagai simbol sebuah proses kehidupan yang akhirnya dapat membawa kehidupan seseorang kembali dan bersatu kepada Sang Sumber Hidup, Semar menjadi tanda sebuah rahmat Illahi (wahyu) kepada titahnya, Ini disimbolkan dengan kepanjangan nama dari Semar, yaitu Badranaya. Badra artinya Rembulan, atau keberuntungan yang baik sekali. Sedangkan Naya adalah perilaku kebijaksanaan. Semar Badranaya mengandung makna, di dalam perilaku kebijaksanaan, tersimpan sebuah keberuntungan yang baik sekali, bagai orang kejatuhan rembulan atau mendapatkan wahyu.

Dalam lakon wayang, yang bercerita tentang Wahyu, tokoh Semar Badranaya menjadi rebutan para raja, karena dapat dipastikan, bahwa dengan memiliki Semar Badranaya maka wahyu akan berada dipihaknya.

Menjadi menarik bahwa ada dua sudut pandang yang berbeda, ketika para satria raja maupun pendeta memperebutkan Semar Badranaya dalam usahanya mendapatkan wahyu. Sudut pandang pertama, mendudukkan Semar Badranaya sebagai sarana phisik untuk sebuah target. Mereka meyakini bahwa dengan memboyong Semar, wahyu akan mengikutnya sehingga dengan sendirinya sang wahyu didapatkan. Sudut pandang ini kebanyakan dilakukan oleh kelompok Kurawa atau tokoh-tokoh dari sabrang, atau juga tokoh lain yang hanya menginkan jalan pintas, mencari enaknya sendiri. Yang penting mendapatkan wahyu, tanpa harus menjalani laku yang rumit dan berat.

Sudut pandang ke dua adalah mereka yang mendudukan Semar Badranaya sebagai sarana batin untuk sebuah proses. Konsekwensinya bahwa mereka mau membuka hati agar Semar Badranaya masuk, tinggal dan menyertai kehidupannya, sehingga dapat berproses bersama meraih Wahyu. Penganut pandangan ini adalah kelompok dari keturunan Saptaarga. Dari ke dua sudut pandang itulah dibangun konflik, dalam usahanya memperebutkan turunnya wahyu. Dan tentu saja berakhir dengan kemenangan kelompok Saptaarga.

Mengapa wahyu selalu jatuh kepada keturunan Saptaarga? Karena keturunan Saptaarga selalu mengajarkan perilaku kebijaksannan, semenjak Resi Manumanasa hingga sampai Harjuna. Di kalangan Saptaarga ada warisan tradisi sepiritual yang kuat dan konsisten dalam hidupnya. Tradisi tersebut antara lain; sikap rendah hati, suka menolong sesama, tidak serakah, melakukan tapa, mengurangi makan dan tidur dan laku lainnya. Karena tradisi-tradisi itulah, maka keturunan Saptaarga kuat diemong oleh Semar Badranaya.

Masuknya Semar Badranaya dalam setiap kehidupan, menggambarkan masuknya Sang Penyelenggara Illahi di dalam hidup itu sendiri. Maka sudah sepantasnya, anugerah Ilahi yang berujud wahyu akan bersemayam di dalamnya. Karena apa yang tersembunyi di balik tokoh Semar adalah Wahyu. Wahyu yang disembunyikan bagi orang tamak dan dibuka bagi orang yang hatinya merunduk dan melakukan perilaku kebijaksanaan. Seperti yang dilakukan keturunan Saptaarga

(herjaka)
Share:

Cangik

Figur Wayang Cangik

Cangik dalam bentuk wayang kulit purwa, buatan Kaligesing Purworejo,
koleksi Museum Tembi Rumah Budaya (foto: Sartono)
Cangik

Diantara abdi raja yang bertugas melayani bendara-bendara putri di keputren, ada dua abdi yang populer, satu diantaranya adalah Cangik. Dinamakan Cangik karena abdi putri yang satu ini mempunyai ciri fisik yang menonjol, yaitu dagunya menjorok ke depan, dalam bahasa Jawa disebut �Nyangik.� Oleh karena ciri fisik inilah, ia kemudian dikenal dengan nama Cangik. Nama �paraban� ini lebih populer ketimbang nama asli pemberian orang tua.

Selain dagunya yang nyangik, ciri fisik lainnya adalah: dahinya nonong, matanya pecicilan, hidung sunthi, badannya kurus, rambutnya selalu digelung tekuk, kebiasaannya mengenakan �kesemekan� dan memakai jarit motif kawung.

Cangik tergolong abdi yang serba bisa, setia, sabar, periang dan berwawasan luas. Ia sangat dekat dengan bendara putrinya. Pada saat bendara putrinya mengalami kebingungan, Cangik bisa diajak berembug untuk mencari solusi. Ketika bendara putrinya berduka, Cangik tampil bernyanyi dan menari untuk menghiburnya.

Banyak orang beranggapan bahwa Cangik bukanlah abdi biasa, ia dapat berperan ganda sesuai dengan kebutuahan bendara putrinya. Bahkan bagi si bendara putri, Cangik dapat dijadikan pengganti orang tuanya dalam hal nasihat-nasihat yang dibutuhkan.

Peran ganda itulah yang kemudian memposisikan Cangik sebagai juru penerang dan sekaligus juru penghibur kepada bendaranya dan juga kepada masyarakat luas.

herjaka HS
Share:

Semar, Gareng, Petruk, Bagong

Semar, Gareng, Petruk, Bagong

Dalam perkembangan selanjutnya, hadirnya Semar sebagai pamomong keturunan Saptaarga tidak sendirian. Ia ditemani oleh tiga anaknya, yaitu; Gareng, Petruk, Bagong. Ke empat abdi tersebut dinamakan Panakawan. Dapat disaksikan, hampir pada setiap pegelaran wayang kulit purwa, akan muncul seorang ksatria keturunan Saptaarga diikuti oleh Semar, Gareng, Petruk, Bagong. Cerita apa pun yang dipagelarkan, ke lima tokoh ini menduduki posisi penting. Kisah Mereka diawali mulai dari sebuah pertapaan Saptaarga atau pertapaan lainnya. Setelah mendapat berbagai macam ilmu dan nasihat-nasihat dari Sang Begawan, mereka turun gunung untuk mengamalkan ilmu yang telah diperoleh, dengan melakukan tapa ngrame. (menolong tanpa pamrih).

Dikisahkan, perjalanan sang Ksatria dan ke empat abdinya memasuki hutan. Ini menggambarkan bahwa sang ksatria mulai memasuki medan kehidupan yang belum pernah dikenal, gelap, penuh semak belukar, banyak binatang buas, makhluk jahat yang siap menghadangnya, bahkan jika lengah dapat mengacam jiwanya. Namun pada akhirnya Ksatria, Semar, Gareng, Petruk, Bagong berhasil memetik kemenangan dengan mengalahkan kawanan Raksasa, sehingga berhasil keluar hutan dengan selamat. Di luar hutan, rintangan masih menghadang, bahaya senantiasa mengancam. Berkat Semar dan anak-anaknya, sang Ksatria dapat menyingkirkan segala penghalang dan berhasil menyelesaikan tugas hidupnya dengan selamat.

Mengapa peranan Semar dan anak-anaknya sangat menentukan keberhasilan suatu kehidupan? Sudah dipaparkan pada dua tulisan sebelumnya, bahwa Semar merupakan gambaran penyelenggaraan Illahi yang ikut berproses dalam kehidupan manusia. Untuk lebih memperjelas peranan Semar, maka tokoh Semar dilengkapi dengan tiga tokoh lainnya. Ke empat panakawan tersebut merupakan simbol dari cipta, rasa, karsa dan karya. Semar mempunyai ciri menonjol yaitu kuncung putih. Kuncung putih di kepala sebagai simbol dari pikiran, gagasan yang jernih atau cipta. Gareng mempunyai ciri yang menonjol yaitu bermata kero, bertangan cekot dan berkaki pincang. Ke tiga cacat fisik tersebut menyimbolkan rasa. Mata kero, adalah rasa kewaspadaan, tangan cekot adalah rasa ketelitian dan kaki pincang adalah rasa kehati-hatian. Petruk adalah simbol dari kehendak, keinginan, karsa yang digambarkan dalam kedua tangannya. Jika digerakkan, kedua tangan tersebut bagaikan kedua orang yang bekerjasama dengan baik. Tangan depan menunjuk, memilih apa yang dikehendaki, tangan belakang menggenggam erat-erat apa yang telah dipilih. Sedangkan karya disimbolkan Bagong dengan dua tangan yang kelima jarinya terbuka lebar, artinya selalu bersedia bekerja keras. Cipta, rasa, karsa dan karya merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Cipta, rasa, karsa dan karya berada dalam satu wilayah yang bernama pribadi atau jati diri manusia, disimbolkan tokoh Ksatria. Gambaran manusia ideal adalah merupakan gambaran pribadi manusia yang utuh, dimana cipta, rasa, karsa dan karya dapat menempati fungsinya masing-masing dengan harmonis, untuk kemudian berjalan seiring menuju cita-cita yang luhur. Dengan demikian menjadi jelas bahwa antara Ksatria dan panakawan mempunyai hubungan signifikan. Tokoh ksatria akan berhasil dalam hidupnya dan mencapai cita-cita ideal jika didasari sebuah pikiran jernih (cipta), hati tulus (rasa), kehendak, tekad bulat (karsa) dan mau bekerja keras (karya).

Simbolisasi ksatria dan empat abdinya, serupa dengan 'ngelmu' sedulur papat lima pancer. Sedulur papat adalah panakawan, lima pancer adalah ksatriya. Posisi pancer berada ditengah, diapit oleh dua saudara tua (kakang mbarep, kakang kawah) dan dua saudara muda (adi ari-ari dan adi wuragil). Ngelmu sedulur papat lima pancer lahir dari konsep penyadaran akan awal mula manusia diciptakan dan tujuan akhir hidup manusia (sangkan paraning dumadi). Awal mula manusia diciptakan di awali dari saat-saat menjelang kelahiran. Sebelum sang bayi (bayi, dalam konteks ini adalah pancer) lahir dari rahim ibu, yang muncul pertama kali adalah rasa cemas si ibu. Rasa cemas itu dinamakan Kakang mbarep. Kemudian pada saat menjelang bayi itu lahir, keluarlah cairan bening atau banyu kawah sebagai pelicin, untuk melindungi si bayi, agar proses kelahiran lancar dan kulit bayi yang lembut tidak lecet atau terluka. Banyu kawah itu disebut Kakang kawah. Setelah bayi lahir akan disusul dengan keluarnya ari-ari dan darah. Ari-ari disebut Adi ari-ari dan darah disebut Adi wuragil.

Ngelmu sedulur papat lima pancer memberi tekanan bahwa, manusia dilahirkan ke dunia ini tidak sendirian. Ada empat saudara yang mendampingi. Pancer adalah suksma sejati dan sedulur papat adalah raga sejati. Bersatunya suksma sejati dan raga sejati melahirkan sebuah kehidupan.

Hubungan antara pancer dan sedulur papat dalam kehidupan, digambarkan dengan seorang sais mengendalikan sebuah kereta, ditarik oleh empat ekor kuda, yang berwarna merah, hitam, kuning dan putih. Sais kereta melambangkan kebebasan untuk memutuskan dan berbuat sesuatu. Kuda merah melambangkan energi, semangat, kuda hitam melambangkan kebutuhan biologis, kuda kuning melambangkan kebutuhan rohani dan kuda putih melambangkan keheningan, kesucian. Sebagai sais, tentunya tidak mudah mengendalikan empat kuda yang saling berbeda sifat dan kebutuhannya. Jika sang sais mampu mengendalikan dan bekerjasama dengan ke empat ekor kudanya dengan baik dan seimbang, maka kereta akan berjalan lancar sampai ke tujuan akhir. Sang Sangkan Paraning Dumadi.

(herjaka)
Share:

Kunti

Figur Wayang Kunti

Kunti atau Dewi Prita adalah anak Raja Kuntiboja dari negara Mandura. Setiap ada tamu kehormatan yang datang di negara Mandura, Kunti lah yang mendapat kepercayaan oleh Prabu Kuntiboja untuk menyambut tamu kehormatan tersebut. Karena perangainya yang lembut, sabar dan mempesona, banyak tamu negara yang memuji cara Kunti menjamu tamu-tamunya. Salah satu tamu kehormatan yang sangat kagum kepada kunthi adalah seorang begawan sakti dan nyentrik bernama Begawan Druwasa. Saking senangnya kepada Kunti, Begawan Druwasa mengangkat Kunti sebagai murid dan memberi mantra sakti aji pameling atau Aditya Herdaya, yang dapat mendatangkan dewa sesuai dengan keinginannya.

Disuatu pagi nan cerah, Kunthi sengaja bermalas-malasan di tempat tidur, sehingga hari semakin siang. Sinar matahari mulai menembus celah-celah kamarnya. Oh begitu indah sinar mentari di siang itu, Kunthi terhenyak dari tilam sari dan segera mandi.

Masih terpana dengan indahnya sinar surya disiang itu, pada saat mandi Kunti membayangkan betapa indahnya pula Dewa yang berada dibalik keindahan matahari tersebut. Niatnya untuk bertemu dengan dewa Surya semakin kuat, maka kemudian Kunti membaca mantra aji Aditya Herdaya. Selesai mantra dibaca, Dewa Surya datang menemui Kunti. Akibat dari pertemuan tersebut Kunti hamil. Raja Kuntiboja murka, Kunti akan disingkirkan dari negara Mandura, karena telah mencemarkan nama orang tua dan kewibawaan negara Mandura.

Namun sebelum Prabu Kuntiboja menghukum Kunti, Begawan Druwasa datang untuk menolong Kunti muridnya. Dengan kesaktiannya, bayi yang ada di dalam kandungan dikeluarkan melalui telinga, sehingga Kunti masih tetap perawan. Bayi yang lahir melalui telinga tersebut diberi nama Karno, yang artinya telinga. Atas perintah Prabu Kuntiboja bayi tersebut di masukan ke dalam kendaga dengan pakaian lengkap kemudian hanyutkan di sungai Gangga.

Agar peristiwa memalukan tidak terulang lagi, Prabu Kuntiboja berniat menikahkan Kunti dengan membuka sayembara. Dan sayembara tersebut dimenangkan oleh Pandudewanata. Kunti kemudian dinikahkan dengan Pandudewanata, raja Hastinapura.

Dalam perjalanan mengarungi bahtera rumah tangga, Pandudewanata mendapat kutukan dari Resi Kimindamana, bahwa dirinya akan mati mendadak jika melakukan hubungan suami istri. Oleh karena kutuk tersebut, Kunti sebagai pendamping yang setia ingin membesarkan hati Pandu agar jangan putus asa, masih ada harapan untuk masa depan Hastinapura. �Masa depan Hastinapura senantiasa gelap adanya, karena kutukan Resi Kimindama, aku tidak mampu memberikan anak keturunan untuk menyambung tahta Hastinapura.� Kunti meyakinkan bahwa masih ada harapan untuk masa depan Hastinapura yang cerah. Tiba-tiba wajah Pandu yang murung berubah cerah. Ia teringat akan cerita Kunti tentang mantra sakti aji Aditya Herdaya pemberian Begawan Druwasa.

Dengan penuh kesungguhan, Pandu memohon kepada Kunti agar bersedia mengetrapkan mantra aji Aditya Herdaya untuk mendapatkan anak demi masa depan Hastinapura.

Karena ketaatannya kepada Pandu, maka kemudian dengan mantra sakti Aditya Herdaya Kunti mendatangkan tiga dewa sesuai dengan keinginan Pandu, yaitu dewa Darma, Dewa Bayu dan dewa Indra. Dari ketiga dewa itulah Kunti melahirkan Puntadewa, Bimasena dan Harjuna. Setelah itu Kunti mengajari Dewi Madrim istri Pandu yang satunya, untuk membaca mantra sakti pemberian Begawan Druwasa. Maka kemudian datanglah dewa kembar yang bernama dewa Aswan dan dewa Aswin. Dari mereka berdua, Dewi Madrim melahirkan anak kembar yang diberi nama Pinten dan Tangsen, atau Nakula dan Sadewa.

Kunti adalah seorang wanita yang sabar, taat dan setia pada suami dan sangat mencintai anak-anaknya. Ia adalah sosok pendamping yang mampu memberikan cahaya, dikala pasangannya sedang jatuh dalam gelap.

herjaka HS
Share:

Cantrik

Figur Wayang Cantrik

Tokoh Cantrik ditampilkan dalam wayang kulit purwa dengan roman muka yang gembira dengan plelengan. Hidungnya ndelik atau sumpel. Bermulut sunthi dengan kumis tipis, kadang ada yang berjenggot dan berjabang. Perut buncit, memakai rompi dan memakai celana pocong dagelan. Kepalanya memakai kethu, semacam topi. Dipunggungnya, kemana-mana menyandang sabit.
(wayang buatan Kaligesing Purworejo, koleksi museum Tembi Rumah Budaya, foto: Sartono)
Cantrik

Cantrik termasuk panakawan, namun tidak panakawan baku seperti halnya: Semar, Gareng, Petruk dan Bagong (panakawan tengen) atau pun Togog dan Bilung (panakawan kiwa). Cantrik merupakan panakawan morgan atau panakawan sampingan dan tidak baku. Walaupun tidak baku kehadiran Cantrik dalam wayang kulit purwa cukup penting. Ia hadir sebagai pengiring pendeta atau begawan, baik pendeta yang berujud raksasa maupun pendeta yang berujud ksatria, di sebuah pertapaan atau percabaan.

Pada pagelaran wayang kulit Purwa, adegan percabaan ini merupakan kelanjutan dari adegan gara-gara, ketika para panakawan tengen (Semar, Gareng, Petruk dan Bagong) selesai bersenang-senang menghibur, lalu mengantar seorang ksatria menuju percabaan untuk memohon pencerahan kepada pendeta yang bersangkutan. Dalam adegan percabaan ini biasanya seorang dalang memanfaatkan bertemunya Cantrik dan Semar Gareng, Petruk, Bagong dengan guyonan yang lucu dan konyol.

Sesungguhnya Cantrik merupakan penggambaran seseorang yang sedang menuntut ilmu kepada pendeta atau begawan di padepokan atau percabaan. Sistem pengajaraannya menggunankan sistem khusus, yaitu sistem pengajaran paguron. Dalam sistem paguron ini, para Cantrik (laki-laki) dan Mentrik (perempuan) juga menjadi bagian dari keluarga, mereka tinggal makan dan bekerja bersama serta berfungsi sebagai pelayan atau pengasuh.

Tokoh Cantrik jarang diceritakan secara khusus, kecuali tokoh cantrik yang bernama Janaloka. Cantrik yang satu ini menjadi terkenal karena keinginannya memperistri Endang Pergiwa dan ssaudara kembarnya Endang Pergiwati. Pergiwa dan Pergiwati adalah anak Arjuna dengan Endang Manuhara yang tinggal bersama eyangnya Begawan Sidik Wacana di percabaan Andong Sumiwi. Pada suatu hari kedua putri kembar itu ingin menemui Arjuna ayahnya di keraton Ngamarta. Begawan Sidik Wacana mengutus Cantrikanya untuk mengantar kedua cucunya menemui ayahnya. Namun di tengah jalan Cantrik Janaloka yang seharusnya melindungi Endang Pergiwa dan Endang Pergiwati, malahan berniat memperistrinya. Namun sebelum niat Cantrik Janaloka kesampaian, ia keburu mati ditangan para Korawa.

Cerita ini menggambarkan seseorang yang memiliki keinginan, namun tidak �ngilo githoke dhewe,� tidak melihat kekuatan dan kenyataan yang dimilikinya. Dan juga merupakan penggambaran dari abdi yang tidak setia kepada gurunya yang selama ini telah membimbingnya. Diibaratkan pagar makan tanaman yang seharusnya dijaga malah dirusak sendiri.

herjaka HS
Share:

Danaraja

Figur wayang danareja

Danaraja dalam bentuk wayang kulit, buatan Kaligesing Purworejo, koleksi museum Tembi Rumah Budaya. (foto: Sartono)

Danaraja

Danaraja atau Wisrawana adalah anak Prabu Lokawarna raja negara Lokapala yang berpasangan dengan Dewi Lokawati. Ketika Dewi Lokawati melahirkan, Batara Brahma datang. Ia menyaksikan bayi yang dilahirkan Dewi Lokawati mirip sekali dengan ayahnya, maka diberilah nama Wisrawana. Nama Wisrawana ini di sesuaikan dengan nama Wisrawa, yang adalah nama ayahnya sebelum menjadi raja. Setelah Wisrawana dewasa, ia mendapat warisan tahta negara Lokapala, dan menjadi raja bergelar Prabu Danaraja atau Danapati.

Semenjak tahta pemerintahan negara Lokapala dipasrahkan kepada Wisrawana, Prabu Lokawarna meninggalkan negeri Lokapala untuk bertapa di pertapaan Girijembangan, dengan sebutan Begawan Wisrawa.

Salah satu cacatan suram yang pernah menghampiri negara Lokapala dalam pemerintahan Prabu Danaraja adalah, ketika begawan Wisrawa dimohon oleh Prabu Danaraja untuk melamarkan Dewi Sukesi melalui sayembara yang digelar di Negara Alengkadiraja. Pada waktu itu Begawan Wisrawa atas nama Prabu Danaraja anaknya, berhasil memenangkan sayembara dengan membedhah ilmu Sastrajendra Hayuningrat Pangruwating Diyu.

Dengan keberhasilan tersebut, Dewi Sukesi menjadi haknya Begawan Wisrawa. Namun Dewi Sukesi bukanlah barang yang dapat diperlakukan seenaknya oleh Begawan Wisrawa. Ia tidak mau diberikan kepada Danaraja anaknya. Bukankah yang berhasil membedah ilmu Sastrajendra Hayuningrat Pangruwating Diyu adalah Wisrawa? Oleh karenanya Dewi Sukesi memasrahkan jiwa-raga hanya kepada Begawan Wisrawa.

Sejatinya Begawan Wisrawa sendiri telah tak berdaya saat membedhah �ilmu sakti� Sastrajendra dihadapan kemolekan Dewi Sukesi. Ada magnet yang amat kuat, yang tidak mungkin dilepaskan Begawan Wisrawa.

Maka pada akhirnya Begawan Wisrawa dengan sadar memilih untuk tidak menyerahkan hasil lamarannya kepada Danaraja anaknya, melainkan hasil lamarantersebut untuk dirinya sendiri. Atas keputusan sang pemenang tersebut, Begawan Wisrawa dan Dewi Sukesi diresmikan menjadi sepasang suami istri oleh Pabu Sumali di negara Alengkadiraja

Tentu saja Danaraja menjadi marah, ia mendatangi ayahnya di Alengkadiraja untuk minta pertanggungjawaban sebagai orang tua. Wisrawa merasa bersalah, namun tidaklah mungkin untuk menyerahkan Dewi Sukesi kepada Danaraja. Dan perang tanding pun tidak dapat dihindari. Para Dewa di kahyangan merasa gerah atas perang tanding antara bapak dan anak yang telah berlangsung berhari-hari.

Peperangan harus segera dihentikan, demikian Batara Guru yang adalah rajanya dewa memerintahkan kepada Batara Narada patihnya, untuk melerai pertikaian tersebut.

Atas perintah Batara Guru, Batara Narada segera turun ke Arcapada (dunia) untuk melerai yang sedang bertikai. Dikatakan kepada keduanya, bahwa kejadian ini sudah sesuai dengan rencana para dewa, jodoh Dewi Sukesi adalah Wisrawa. oleh karenanya Danaraja harus menerima kenyataan ini.

Dengan penjelasan Batara Narada, Prabu Danaraja mau menerima kenyataan yang terjadi. Dengan kebesaran hati Prabu Danaraja, ia diangkat menjadi Dewa dengan sebutan Batara Danaraja. Ia menjadi dewanya harta benda, dan tinggal di Kahyangan Wukir Kaliasa dan lebih dikenal dengan sebutan Batara Kwera.

herjaka HS
Share:

Seta

Figur Wayang Seta

Raden Seta adalah anak sulung Prabu Matswapati raja Wirata yang berpasangan dengan Dewi Rekatawati. Seta berarti putih, nama tersebut diberikan karena Raden Seta berkulit putih. Selain berarti putih Seta berasal dari kata �set� atau belatung. Nama tersebut berkaitan dengan kelahiran Seta. Ada yang mengatakan bahwa Seta lahir dari set atau belatung yang ada di tubuh Dewi Durgandini, saudara kembar Prabu Matswapati, jadi tidak dilahirkan oleh Dewi Rekatawati istri Prabu Matswapati.

Konon dikisahkan, Dewi Durgandini menderita penyakit kulit, hingga sekujur tubuhnya dikerumuni oleh set dan menebarkan bau amis. Penyakit yang telah menaun tersebut dapat disembuhkan oleh Begawan Palasara. Karena jasanya, Begawan Palasara dinikahkan dengan Dewi Durgandini. Setahun setelah menikah, Dewi Durgandini melahirkan anak yang diberi nama Abiyasa. Pada saat kelahiran Abiyasa ada set yang keluar bersamaan dengan bayi Abiyasa. Diperkirakan bahwa set tersebut merupakan sisa dari penyakit yang pernah diderita oleh Dewi Durgandini. Set tersebut kemudian disabda oleh Begawan Palasara maka jadilah seorang bayi dan diberi nama Seta. Raden Seta kemudian dijadikan anak sulung oleh Prabu Matswapati atau Raden Durgandana, saudara kembar Dewi Durgandini.

Seta adalah seorang yang pemberani, mempunyai ilmu-ilmu tingkat tinggi, dan pusaka sakti. Batara Narada pernah meminta bantuan kepada Seta untuk mengundurkan pasukan Pancalaretna pimpinan Prabu Malangkara atau Malangdewa, yang menyerang kahyangan Suduk Pangudal-udal. Atas jasanya mengalahkan Prabu Malangkara, Seta mendapatkan Dewi Kanekawati, putri Batara Narada.

Sebagai si sulung, sesungguhnya Seta akan diangkat sebagai putra mahkota, namun ia lebih senang menjalani laku sebagai petapa. Oleh karenanya sebagian besar dari waktunya dihabiskan di pertapaan Suhini, yang terletak di lereng gunung Selaperwata atau gunung Ulu-ulu.

Walupun menjadi petapa, Seta adalah beteng Negara Wirata yang kuat dan tangguh. Pernah pada suatu waktu, Seta bersama Bima dan Harjuna berhasil mengundurkan musuh gabungan dari Negara Trigatra dan Negara Hastina yang sudah berhasil menangkap Prabu Matswapati dan hampir saja menduduki kraton Wirata.

Ketika perang Baratayuda meletus, Seta diangkat sebagai panglima perang Pandawa untuk yang pertama kalinya. Di medan laga Seta berhasil memporak-porandakan lawan. Raden Rukmarata, putra Prabu Salya gugur di tangan Seta. Resi Bisma yang diunggul-unggulkan di Hastina, jika tidak dibantu ibunya, yaitu Dewi Ganggawati kewalahan tanding dengan Seta.

Jika sesuai dengan namanya, Seta artinya putih, maka penggambaran Seta dalam pewayangan berwajah putih. Namun kebanyakan wayang Resi Seta bermuka merah, untuk menggambarkan watak pemberani, tegas �getapan.�

herjaka HS
Share:

Matswapati

Figur Wayang Matswapati

Matswapati dalam bentuk wayang kulit,
koleksi museum Tembi Rumah Budaya (foto: Sartono)
Matswapati

Di wilayah yang terletak di sebelah timur negara Dwarawati dan si sebelah selatan negara Mandura, Raden Srinada membuka hutan dan kemudian membangun sebuah kerajaan yang diberi nama Wirata. Selanjutnya Raden Srinada memerintah kerajaan tersebut dengan gelar Prabu Basurata. Setelah lanjut usia tahta negara Wirata diwariskan kepada salah satu anaknya yang bernama Prabu Basukesti. Selanjutnya, dari tangan Prabu Basukesti, tahta Wirata diwariskan kepada Raden Durgandana yang setelah naik tahta bergelar Prabu Matswapati.

Di bawah masa pemerintahan Prabu Matswapati inilah negara Wirata mencapai jaman keemasan. Dikenal diseluru penjuru dunia, disegani oleh lawan maupun kawan. Hal tersebut tidak lepas dari dukungan seluruh kawula Wirata dan peran ketiga putra raja yang menjadi beteng negara Wirata yatiu Raden Seta, Raden Utara dan Raden Wratsangka.

Prabu Matwapati banyak membantu Pandawa Lima yang teridi dari Yudistira, Bimasena, Harjuna, Pinten dan Tangsen, pada waktu mereka membuka hutan untuk mendirikan keraton. Juga pada masa Yudistira dan kelima saudaranya dalam pembuangan.

Bagi Pandawa, Prabu Matswapati adalah dewa penolong, yang telah mengangkat Pandawa dari dalam keterpurukan. Demikian pula sebaliknya, bagi Prabu Matswapati, Pandawa adalah dewa penyelamat, yang telah menyelamatkan negara dan dirinya dari kehancuran dan kematian, ketika negara Wirata diserbu oleh prajurit gabungan dari negara Trigata dan Negara Hastina yang dipimpin oleh Prabu Susarma. Bima yang pada waktu itu menyamar sebagai jagal di Wirata dan Harjuna yang menyamar sebagai guru tari, berhasil membebaskan Prabu Matswapati yang telah ditawan, dan mengundurkan musuh.

Pada peristiwa paling berdarah sepanjang sejarah negara Wirata, yang dikenang dengan sebutan Geger Wirata tersebut, Prabu Matswapati mengira bahwa yang berhasil merebut dirinya dari tangan musuh dan mencerai-beraikan pasukan lawan adalah ketiga anaknya. Maka ketika mengetahui dengan senyatanya bahwa yang menolong dirinya adalah Bima dan Harjuna, ada perasaan bersalah dan beban dosa di hati Prabu Matswapati karena tidak mengenali ksatria utama yang telah bergabung setahun lalu, sebagai pembantu berderajat rendah di Negara Wirata.

Semenjak peristiwa tersebut kedekatan hubungan antara Prabu Matswapati dan Pandawa melebihi saudara. Diantara mereka merasa saling berhutang budi. Oleh karenanya ketika perang Baratayuda pecah, Prabu Matswapati beserta seluruh prajuritnya secara resmi menyatakan bergabung dengan Pandawa. Bahkan Prabu Matswapati, Seta, Utara dan Wratsangka bersedia sebagai �tawur perang� korban perang untuk yang pertama kali.

Prabu Matswapati menikah dengan Dewi Rekatawati dan mempunyai empat anak yaitu: Raden Seta, Raden Utara, Raden Wratsangka dan Dewi Utari..

herjaka HS
Share:

Utari

Figur Wayang Utari

Dewi Utari, (tanpa samir) dalam bentuk wayang kulit purwa,
koleksi museum Tembi Rumah Budaya,
buatan Kaligesing Purworejo (foto: Sartono)
Utari

Dewi Utari adalah putri bungsu dari empat bersaudara, anak pasangan Prabu Matswapati atau Prabu Durgandana, raja negara Wirata dengan permaisuri Dewi Rekatawati, putri angkat Resi Palasara dengan Dewi Durgandini. Ke tiga kakak Dewi Utari adalah Raden Seta, Raden Utara dan Raden Wratsangka.

Dewi Utari disebut sebagai �babone ratu� yaitu yang menjadi induk dari ratu. Hal tersebut dikarenakan ia mendapatkan anugrah Wahyu Hidayat, yang menandai bahwa dirinya kelak akan menurunkan raja besar. Oleh karenanya Kresna yang mengetahui hal itu menginginkan agar Abimanyu, yang akan menurunkan raja dikarenakan mendapatkan anugerah Wahyu Cakraningrat memperistri Utari. Dengan demikian antara Wahyu Cakraningrat dan Wahyu Hidayat akan menyatu di dalam keturunan Abimanyu dan Utari.

Jika pun ada yang mengabarkan bahwa perkawinan antara Abimanyu dan Utari melalui sayembara �Pondong,� tentunya hal tersebut hanyalah sebagai cara untuk mengesahkan perkawinan diantara keduanya. Karena wahyu Hidayat itulah, tidak ada laki-laki yang kuat memondong Utari, kecuali laki-laki yang mendapatkan Wahyu Cakraningrat, yaitu Abimanyu. Walaupun sesungguhnya Abimanyu sudah beristri Siti Sendari, para sesepuh yang berpengaruh yaitu Prabu Kresna dan Prabu Matswapati menyetujui dan mengesahkan perkawinan antara Abimanyu dan Utari.

Namun bukan berarti perkawinan Abimanyu dan Utari yang telah diberi restu tersebut berlangsung lancar. Ada dua prahara yang mengiring perkawinan keduanya, yaitu gugurnya Kala Bendana dan dan sumpah Abimanyu. Kala Bendana gugur di tangan Gatotkaca keponakannya dalam upaya menegakkan kejujuran karena mengatakan hal yang sejujurnya bahwa Abimanyu telah beristri Dewi Siti Sundari. Sedangkang Sumpah Abimanyu merupakan penyangkalan dari apa yang dikatakan Kala Bendana di hadapan Dewi Utari yang menyatakan bahwa dirinya belum berisitri. Aku bersumpah jika aku sudah beristri, kelak dalam perang Baratayuda aku akan gugur dengan seribu luka. Demikian sumpah Abimanyu.

Dewi Utari adalah seorang putri yang cantik jelita, dan dikasihi dewa. Ia berperangai lembut dan berwatak halus, berwibawa dan setia berbakti. Hasil pernikahan Utari dengan Abimanyu, lahirlah seorang anak laki-laki dan diberi nama Parikessit. Seperti telah diramalkan para cerdik pandai, Parikesit menjadi raja besar di Hastiapura.

Herjaka HS
Share:

Gatotkaca 3

Figur Wayang Gatot kaca

Gatotkaca, dalam bentuk wayang kulit, hasil karya dari Kaligesing Purworejo,
koleksi Museum Tembi Rumah Budaya (Foto: Sartono)
Gatotkaca

Sejak kekalahannya melawan Dursala, Gatotkaca berguru kepada eyangnya yang bernama Resi Seta, di pertapaan Suhini di gunung Sela Perwata. Untuk mengalahkan aji Gineng yang dimiliki Dursala, Gatotkaca diberi ajian sakti yang bernama Aji Narantaka. Barang siapa terkena ajian ini akan hancur menjadi debu. Ajian ini sesungguhnya merupakan kekuatan alam yang terdiri dari: bumi. api, air dan angin. Siang malam Gatotkaca menjalani laku untuk belajar menggunakan energi bumi yang kuat, energi api yang panas, energi air yang dingin dan energi angin yang ringan. Tahapan demi tahapan, baik lahir maupun batin dijalani oleh Gatotkaca untuk mematangkan Aji Narantaka.

Setelah menuntaskan aji Narantaka, Gatotkaca turun gunung dan ingin segera berperang kembali dengan Dursasana yang telah mengalahkannya. Di tengah jalan ia bertemu dengan Dewi Sumpaniwati yang mengungkapkan niatnya agar dirinya dijadikan istri oleh Gatotkaca. Menurut pengakuannya, Dewi Sumpaniwati jatuh hati kepada Gatotkaca sejak ia bermimpi memadu-kasih dengannya. Permohonan Dewi Sumpaniwati ditolak. Saat ini fokus utama tidak pada wanita, melainkan kepada Dursala. Namun Sumpaniwati tidak mau menarik niat, ia bersikeras untuk diperistri Gatotkaca.

Gatotkaca marah, dengan nada tinggi ia berkata bahwa dirinya mau memperistri Sumpaniwati asalkan ia kuat menghadapi Aji Narantaka. Pada saat itu Dewi Wilutama masuk ke diri Sumpaniwati sehingga ia kuat menerima aji Narantaka. Semula, ketika pertamakali berjumpa sesungguhnya Gatotkaca mengakui kecantikan Sumpaniwati, hanya saja ia sengaja menolaknya karena ada hal yang lebih mendesak untuk dilakukan terlebih dahulu, yaitu mengalahkan Dursala. Namun dikarena kesaktiannya Sumpaniwati yang kuat menerima aji Narantaka, Gatotkaca berubah pikiran. Dengan serta merta dipondongnya Dewi Sempaniwati yang sintal untuk kemudian dijadikannya istri.

Resi Sumpanajati menyetujui putri tunggal diambil istri oleh Raden Gatotkaca. Demikian pula Batara Kresna menyetujui perkawinan tersebut. Oleh Batara Kresna nama Dewi Sumpaniwati diganti dengan nama Dewi Galawati, karena perkawinan ini terlaksana setelah Dewi Sumpaniwati di �gala� dengan Aji Narantaka.

Setelah semuanya selesai, Gatotkaca menuju Tegal Kurusetra untuk menantang Dursala berperang tanding. Walaupun pada akhirnya Dursala dapat dihancurkan dengan aji Narantaka, perang tanding itu cukup memakan waktu lama, keduanya menunjukkan kesaktiannya dengan mengeluarkan jurus-jurus andalan.

Gatotkaca dicatat sebagai pahlawan bangsa, karena pengorbanannya dalam membela negara. Sifat kepahlawannannya nampak menonjol ketika terjadi perang Baratayuda. Walau disadari bahwa di dalam tubuhnya telah bersarang warangka pusaka Kuntawijayandanu, Gatotkaca dengan gagah berani menghadapi Adipati Karno.

Pada saat senjata pamungkas yang adalah Kuntawijayandanu dibidikkan dan mengancam Padepokan Randu Watangan tempat Puntadewa dan para pepunden berada, Gatotkaca terbang secepat kilat membendung serangan itu. Secepat kilat pula Kuntawijayandanu masuk kesarungnya, kembali ke wadahnya melalui pusar Gatotkaca, dan menjadi satu dengan raga Gatotkaca.

Hari kesepuluh sesudah perang Baratayuda berlangsung, Gatotkaca gugur di medan laga ditembus panah Kuntawijayandanu dan jatuh menimpa kereta Adipati Karno. Kematian Gatotkaca disatu sisi telah menyelamatkan Puntadewa namun disisi lain telah membawa banyak korban di pihak Kurawa, Awangga dan juga Pringgandani.

Kelak dikemudian hari sifat kapahlawanan Gatotkaca diwarisi oleh Jayasumpena, anaknya hasil perkawinannya dengan Dewi Galawati.

herjaka HS
Share:

Kala Bendana

Figur WayangKala Bendana

Tokoh Kala Bendana digambarkan pada wayang kulit purwa buatan Kaligesing Purworejo,
koleksi museum Tembi Rumah Budaya. (foto: Sartono)
Kala Bendana

Tokoh yang satu ini erat hubungannya dengan ketokohan Gatotkaca. Kala Bendana termasuk bangsa raksasa dari kerabat bangsawan keraton Pringgandani. Ia adalah saudara bungsu dari Dewi Arimbi ibu Gatotkaca. Sehingga ia adalah paman Gatotkaca. Secara fisik Kala Bendana tidak sempurna, tubuhnya kerdil, tangannya cacat dan bicaranya cedal tidak jelas. Namun ada sesuatu yang sangat bernilai melekat pada dirinya yaitu, jujur dan berani mempertahankan kejujurannya, walau sampai harus mengorbankan nyawanya.

Sesuai dengan kapasitasnya, Kala Bendana berpikir dan bertindak dengan cara yang sederharna. Dalam pergaulannya dengan saudara dan sesamanya, Kala Bendana selalu menginginkan ketentraman dan kedamaian. Sikap tersebut nampak jelas saat terjadi pertentangan diantara saudara-saudara perihal pengangkatkan Gatotkaca sebagai raja muda Pringgandani, Kala Bendana bertindak sebagai penengah. Kepada Gatotkaca keponakannya, Kala Bendana menaruh cinta yang tulus. Ia dengan setia menempatkan diri sebagai pamomong.

Seperti juga yang dialami oleh kebanyakan pejuang nilai-nilai kejujuran, Kala Bendana mengalami nasib tragis dalam upaya mempertahankan sebuah nilai kejujuran. Kisahnya adalah ketika Kala Bendana mengikuti Gatotkaca dan Abimanyu yang disarankan oleh Batara Kresna untuk mengunjungi Dewi Utari di Negara Wirata. Pertemuan Abimahyu dan Dewi Utari ini merupakan sekenario besar yang disusun Batara Kresna, menyangkut keberadaan wahyu raja. Dasar berpijaknya adalah prediksi masa depan. Batara Kresna mengetahui bahwa jika Abimanyu mengawini Utari, ia akan menurunkan raja besar, yang nantinya akan menduduki Negara Hastina. Oleh karenanya ia menginginkan Abimanyu mengambil istri Dewi Utari anak Prabu Matswapati raja Wirata, yang adalah �babone ratu�

Gayung pun bersambut, dalam perjumpaan yang diatur itu, Abimanyu dan Utari saling jatuh cinta. Mereka berjanji akan melanjutkan percintaan ini ke pelaminan. Namun sebelum melangkah lebih jauh Utari bertanya kepada Abimanyu, apakah dirinya belum mempunyai istri? Abimanyu menjawab belum. Pada hal sesungguhnya Abimanyu sudah mempunyai istri Dewi Siti Sundari. Hal itulah yang kemudian dikatakan yang senyatanya oleh Kala Bendana, bahwa Abimanyu telah berbohong kepada Utari.

Gatotkaca yang kala itu mendampingi Abimanyu memperingatkan kepada Kala Bendana untuk diam, tidak usah ikut campur dalam urusan ini. Kala Bendana tidak takut atas peringatan Gatotkaca. Ia tetap mengatakan bahwa Abimanyu sudah mempunyai istri namanya Dewi Siti Sundari, anak Batara Kresna. Gatotkaca yang ditugaskan oleh Batara Kresna mengawal menjaga dan mensukseskan recana tersebut kawatir bahwasannya rencana tersebut akan gagal, gara-gara kejujuran Kala Bendana. Oleh karenanya, sebelum Utari mempercayainya, Kala Bendana diseret ke luar untuk diamankan.

Namun entah apa yang terjadi. Apakah ketika Gatotkaca tidak lagi dapat menahan amarah, ajian-ajian sakti yang ada di tubuhnya keluar dengan sendirinya. Seperti misalnya aji Ismu Gunting, yang dapat memutus leher lawan hanya dengan tangannya. Atau aji Narantaka yang dapat menghancurkan lawan hingga jadi debu. Pada kenyataannya Kala Bendana mati di tangan Gatotkaca.

Di awal tulisan ini telah disinggung bahwa ketokohan Gatotkaca erat hubungannya dengan ketokohan Kala Bendana. Keduanya sama-sama menjadi pahlawan. Kala Bendana gugur membela nilai kejujuran, sedangkan Gatotkaca gugur membela Negara. Namun ironisnya kepahlawanan Gatotkaca justru tercoreng karena kejujuran Kala Bendana. Kejujuran yang seharusnya dibela oleh seorang pahlawan, termasuk jujur untuk gelar kepahlawannannya.

herjaka HS
Share:

Gatotkaca 2

Gatot Kaca

Gatotkaca, dalam bentuk wayang kulit, hasil karya dari Kaligesing Purworejo,
koleksi Museum Tembi Rumah Budaya (Foto: Sartono)
Gatotkaca 2

Sejak bayi, Raden Tetuka atau Raden Gatotkaca telah menunjukkan kelebihannya. Tali pusarnya yang tidak dapat dipotong dengan berbagai macam senjata tajam, kecuali dengan sarung pusaka Kunta Wijayandanu, menandakan bahwa ia bukanlah bayi sembarangan. Ditambah lagi dengan melesaknya sarung pusaka Kunta Wijayandanu ke dalam pusar Gatotkaca dan menyatu dengan tubuhnya, menjadikan bayi Gatotkaca tidak sama dengan bayi pada umumnya. Oleh karenanya ia dipilih menjadi jagonya dewa untuk memerangi musuh sakti yang memporak-porandakan kahyangan.

Pada mulanya kedua orang tua dari Gatotkaca yaitu Wrekudara dan Arimbi, tidak memperbolehkan Gatotkaca yang masih bayi dijadikan jago oleh para dewa untuk melawan Patih Sekipu dan Prabu Naga Pracona. Namun setelah dijelaskan oleh Batara Narada bahwa hanya bayi Gatotkaca yang dapat mengalahkan Patih Kala Sekipu dan Prabu Naga Pracona, Wrekudara dan Arimbi memperbolehkan bayi Gatotkaca dibawa di kahyangan.

Sesampainya di kahyangan, Batara Narada langsung menuju Repat Kepanasan, tempat Prabu Naga Pracona dan Patih Sekipu menunggu jawab, boleh atau tidaknya Dewi Gagar Mayang diboyong ke negara Ngembat Keputihan. Kehadiran Batara Narada bersama Gatotkaca mengejutkan mereka. Terlebih ketika diketahuinya bahwa bayi yang dibawa Narada adalah jagonya para dewa, yang harus terlebih dahulu dikalahkan sebelum memboyong Dewi Gagar Mayang.

Ha ha ha, rupanya dewa sudah kehilangan nalar, karena saking takutnya seorang bayi di jadikan jago untuk melawan kami, ledek Prabu Naga Pracona dan Patih Kala Sekipu, beserta bala raksasa. Namun tatkala Kala Sekipu ingin membunuh Gatotkaca dengan sekali gigit, tawa mereka berhenti seketika. Gatotkaca tidak terluka karena gigitan Kala Sekipu. Bahkan ia dapat melepaskan diri dari terkamannya. Kala Sekipu marah, Gatotkaca dibanting hingga pingsan. Narada segera mohon waktu untuk memulihkan tenaga Gatotkaca.

Gatotkaca dipasrahkan kepada empu Anggajali agar ditempa di kawah Candradimuka dengan berbagai macam pusaka kahyangan. Pusaka yang dihujamkan tersebut satu-persatu masuk ke tubuh Gatotkaca, seperti warangka Kunta Wijayandanu yang masuk di pusar Gatotkaca. Dalam sekejab Gatotkaca telah menjelma menjadi anak perkasa yang kebal terhadap berbagai macam senjata tajam.

Patih Kala Sekipu dibuat semakin kesulitan untuk mengalahkan Gatotkaca. Setiap kali Kala Sekipu menghajarnya, Gatotkaca justru bertumbuh menjadi besar. Hingga akhir menjadi manusia dewasa yang perkasa dan sakti mandraguna. Kala Sekipu dan Naga Pracona mati di tangan Gatotkaca.

Sejak peristiwa itu nama Gatotkaca melambung tinggi. Ia dikenal sebagai ksatria muda yang sakti mandraguna, berotot kawat dan bertulang besi. Oleh rakyat Pringgandani yang sebagian besar raksasa, Gatotkaca diangkat menjadi raja.

Tidaklah heran, sebagai anak muda yang sakti dan mempunyai jabatan tertinggi, Gatotkaca ingin memamerkan kesaktian dan kekuatannya. Demi tujuan tersebut Gatotkaca mengumpulkan prajurit dan ksatria untuk melakukan latihan perang di Tegal Kurusetra. Tindakan Gatotkaca tersebut sangat mengejutkan. Karena dilakukan di Tegal Kurusetra, beberapa bulan sebelum perang Baratyuda meletus, tanpa memberi tahu terlebih dahulu kepada pihak Kurawa dan juga pihak Pandawa.

Tindakan Gatotkaca tersebut telah memancing Dursala calon senapati perang dari pihak Kurawa, yang adalah anak Dursasana, mendatangi perkemahan Gatotkaca untuk menantang perang tanding.

Gatotkaca yang adalah jagonya para dewa, sakti mandraguna, otot kawat balung wesi, jatuh terpuruk di kaki Dursala yang mempunyai aji gineng. Gatotkaca merasa malu, dan menyadari bahwa kesaktiannya belum cukup untuk menandingi Dursala. Ia meninggalkan Dursala dan berjanji akan menemuinya kembali untuk mengalahkannya.

herjaka HS
Share:

wayang Sembadra

wayang Sembodro

Sembadra dalam rupa wayang kulit buatan Kaligesing Purworejo,
koleksi museum Tembi Rumah Budaya (foto: Sartono)
Sembadra

Sembadra adalah anak Basudewa, raja Mandura, yang berpasangan dengan Dewi Badraini. Sembadra adalah seorang putri yang cantik jelita, kulitnya hitam manis. Oleh karena itu ia juga disebut Dewi Rara Ireng, kakak-kakaknya sering memanggilnya dengan sebutan mrenges yang artinya hitam.

Walaupun ia anak seorang raja besar, sejak kecil Sembadra tidak pernah merasakan kehidupan di istana. Karena ia dititipkan di Kademangan Widara Kandang bersama dengan kedua kakaknya yaitu Kakrasana dan Narayana, dan diasuh oleh Demang Antyagopa dan Endang Segopi. Penitipan tersebut dilakukan oleh Prabu Basudewa secara rahasia, demi langkah penyelamatan. Dikarenakan ketiga anak Prabu Basudewa tersebut diincar oleh Raden Kangsadewa untuk dibunuh.


Ketika kakaknya Narayana menjadi raja Dwarawati, Sembadra ikut kakaknya sampai akhirnya dilamar oleh Arjuna. Walau akhirnya Sembadra menjadi istri Arjuna, pada awalnya Kakrasana tidak menyetujui, karena Sembadra akan dijodohkan dengan Burisrawa anak Prabu Salyantaka raja Mandaraka.

Kisah perkawinan Sembadra dengan Arjuna ini terdapat dalam lakon Parta Krama. Parta adalah nama lain dari Arjuna.


Diceritakan bahwa barang siapa yang ingin melamar Sembadra, Baladewa mengajukan syarat-buat yang tidak mudah dipenuhi oleh orang-orang pada umumnya, diantaranya: �saka domas bale kencana,� gamelan lokananta, kereta kencana yang ditarik oleh 144 ekor kuda �pancal panggung,� yakni kuda yang kakinya berwarn putih mulai dari lutut ke bawah, dan kera putih yang dapat menari di atas �pecut penjalin tingal�.


Dibantu oleh kerabat Pandawa dan para dewa, Arjuna dapat memenuhi semua syarat yang diajukan oleh Kakrasana. Sembadra adalah sosok wanita yang mendapat wahyu raja dan kelak akan menurunkan raja besar, oleh karenanya ia dijuluki dengan �babone ratu.�


Dari perkawinan dengan Arjuna, Sembadra melahirkan seorang anak laki-laki bernama Abimanyu.

Nama lain Sembadra adalah: Dewi Bratajaya (ketika masih muda), Lara Ireng (berkulit hitam manis), Kendeng Retnali (ketika menyamar di Kedemangan Widara Kandang) dan Mrenges (biasa dipanggil oleh kakak-kakaknya).

herjaka HS
Share:

Setija

Setija

Prabu Setija dalam bentuk wayang kulit purwa buatan Kaligesing Purworejo,
koleksi museum Tembi Rumah Budaya (foto: Sartono)
Setija

Setija adalah anak dari Prabu Kresna, raja Dwarawati, yang berpasangan dengan Dewi Pertiwi, seorang bidadari anak Sang Hyang Nagaraja. Setija adalah seorang ksatria gagah, sakti dan tampan. Ia tinggal bersama Dewi Agnyanawati istrinya di kerajaaan Trajutrisna atau sering disebut Kerajaan Surateleng. Setija diangkat menjadi raja oleh para punggawa serta wadyabala negara Trajutrisna yang sebagian besar adalah raksasa, setelah ia berhasil menaklukan Prabu Bomantara raja Trajutrisna sebelumnya.

Walaupun Setija adalah seorang raja muda, tampan dan sakti, ia tidak pernah mendapatkan cinta dari seseorang yang seharusnya memberikan cintanya, yaitu Agnyanawati istrinya. Bahkan pada suatu saat, Setija pernah memergoki istrinya sedang memadu kasih dengan Raden Samba adiknya. Pada mulanya Prabu Setija memaafkan perbuatan adiknya terhadap istrinya. Karena sesungguhnya prabu Setija sangat menyayangi Samba adiknya yang amat tampan ini. Namun dikarenakan semakin lama perilaku adiknya dan juga dibarengi dengan perilaku istrinya semakin tidak tahu diri, rasa sayang itu berubah menjadi rasa benci. Harga diri Prabu Setija telah diinjak-injak. Gelombang amarah yang sangat besar telah menggulung prabu Setija, sehingga mata hati menjadi gelap pekat. Wajah rupawan adiknya telah menjelma menjadi sosok iblis menakutkan yang harus segera dilumatkan.

Dalam sekejab ketampanan raden Samba hilang, termasuk juga hilangnya keindahan badannya, dan kemudian disusul dengan hilangnya nyawanya. Raden Samba dibunuh oleh prabu Setija dengan cara di juwing-juwing atau di sebit-sebit.

Kematian raden Samba membuat prabu Kresna murka. Cara Setija dalam menyelesaikan masalah dianggap salah. Menanggapi kemarahan ayahnya, Setija yang dipengaruhi oleh patih Pancatnyanya, menghadapi kemarahan ayahnya dengan kemarahan pula. Sehingga terjadi perang besar antara negara Dwarawati melawan negara Trajutrisna. Perang besar antara bapak melawan anak yang melibatkan dua negara besar disebut perang Gojali Suta.

Dalam peperangan tersebut Kresna berhasil membunuh Setija anaknya atas bantuan dewa dan bantuan Gatutkaca.

Herjaka HS
Share:

Gatot kaca

Gatot Kaca

Gatotkaca, dalam bentuk wayang kulit, hasil karya dari Kaligesing Purworejo,
koleksi Museum Tembi Rumah Budaya (Foto: Sartono)
Gatot kaca

Gatotkaca adalah anak Raden Wrekudara atau Bima, dari istri nomor dua yaitu Dewi Arimbi, adik seorang raja raksasa dari Pringgondani. Pada waktu lahir, Gatotkaca telah menunjukkan keistimewaannya dibandingkan dengan bayi pada umumnya. Keistimewaan tersebut nampak pada tali pusar bayi Gatotkaca. Tali pusar yang menyatukan antara pusar Gatotkaca dan plasenta tersebut tidak dapat dipotong dengan berbagai senjata tajam. Oleh karena hal itu, Wrekudara dan juga kerabat Pandawa merasa prihatin dan berupaya mencari senjata yang dapat memotong tali pusar bayi Gatotkaca.

Bersamaan dengan kesulitan yang dihadapi para Pandawa, para Dewa pun berada dalam kesulitan. Pasalnya tempat kahyangan para dewa telah dikepung oleh Prabu Naga Pracona bersama dengan Patih Kala Sekipu dan bala tentara raksasa dari negara Ngembat Keputihan. Tak satu pun diantara para dewa yang dapat mengalahkan dan mengusir Patih Kala Sekipu dan Prabu Naga Pracona. Jika Dewi Gagar Mayang tidak diberikan kepada Prabu Naga Pracona, kahyangan akan dibumi hanguskan.

Mengetahui akan kesaktian bayi Gatotkaca, Batara Guru mengutus Batara Narada mengirim pusaka sakti yang bernama Kuntawijayandanu kepada Arjuna agar dapat digunakan memotong tali pusar bayi Gatotkaca. Tetapi jika nanti tali pusar bayi telah putus, hendaknya Wrekudara dan para kerabat Pandawa merelakan bayi Gatotkaca dibawa ke kahyangan untuk dijadikan jago para dewa dalam menghadapi musuh sakti.

Batara Narada yang turun ke arcapada dengan membawa panah pusaka Kuntawijayandanu yang sedianya akan diberikan kepada Arjuna, ternyata keliru diberikan kepada Suryatmaja. Akibatnya diantara kedua ksatria yang hampir sama wajahnya itu saling berebut pusaka Kuntawijayandanu. Arjuna mendapat �warangka� atau wadahnya, sedangkan Suryatmaja membawa pusakanya. Atas kejadian tersebut Batara Narada memohon maaf kepada Arjuna dan meyakinkan bahwa dengan wadah Kuntawijayandanu, talipusar Gatotkaca dapat dipotong.

Benar apa yang dikatakan Batara Narada, tali pusar Gatotkaca dapat putus dengan warangka Kunta Wijayandanu. Keelokan terjadi, bersamaan dengan putusnya tali pusar Gatotkaca, warangka Kuntawijayandanu hilang musnah, melesak di pusar Gatotkaca.

Selanjutnya, bayi Gatotkaca dibawa ke kahyangan. Namun sebelumnya, Gatotkaca yang masih bayi dimasukan ke kawah Candradimuka agar menjadi satria yang sakti mandraguna. Oleh Batara Guru, Gatotkaca diberi pusaka berupa: Caping Basunanda, Kotang Antrakusuma, dan alas kaki bernama Terumpah Padakacerma.

Dalam usia yang relatif muda Gatotkaca diwisuda menjadi raja para raksasa di negara Pringgandani yang adalah warisan dari Dewi Arimbi ibunya, dengan gelar Prabu Anom Gatotkaca. Ia beristri tiga orang yakni: Dewi Pergiwa, Dewi Sumpaniwati dan Dewi Suryawati. Dari ketiga istri tersebut Gatotkaca menurunkan tiga anak laki-laki, yakni: Sasikirana, Jayasumpena, dan Suryakaca.

Nama lain Gatotkaca adalah: Tutuka, Purubaya, Arimbiatmaja, Krincingwesi, Guruputra, Surya Narada, Senaputra, Bendarares.

Menurut cerita wayang versi India, Gatotkaca adalah anak seorang Raseksi Hidimbi, oleh karenanya Gatotkaca lahir sebagai bayi yang berparas raksasa dengan kepala gundul. Sangat berbeda dengan cerita wayang di Jawa bahwa Gatotkaca adalah satria gagah tampan berpakaian serba gemerlap.

herjaka HS
Share:

Rabu, 02 Oktober 2013

kursus pengobatan terapi listrik gratis

Share:

Jumat, 27 September 2013

WATAK KELAHIRAN SABTU KLIWON

WATAK KELAHIRAN SABTU KLIWON

orang yang lahir pada Weton Sabtu Kliwon memiliki sifat di antaranya : ramah, sopan, dan mudah terkesan, sehingga mereka dengan mudah membuat orang lain merasa betah di rumah anda. Mereka juga pintar mengucapkan kata-kata yang menyenangkan. Bahkan, mereka yang terlahir pada hari Sabtu Kliwon termasuk salah satu kalangan yang memiliki bakat alamiah dalam berbicara dan menulis jika mereka memilihnya sebagai pekerjaan. Mereka cenderung memperlakukan semua orang dengan baik, bahkan musuh mereka sendiri! Mereka tidak dikenal sebagai orang tegar yang berpegang pada pendiriannya. Akan sangat berguna jika mereka mau mengembangkan sedikit keberanian dan ketegasan, karena kelompok ini cenderung sangat mudah menyerah pada rintangan pertama. Mereka biasanya memperhitungkan dengan cermat segala tindakan yang akan mereka ambil. Dengan demikian muncullah pertanyaan: mengapa mereka sangat mudah terkecoh oleh penampilan seseorang atau sesuatu? Mereka adalah pelanggan impian para pedagang.
orang yang lahir pada weton tersebut memiliki Mongso Katelu.
adapun Sifat/karakter orang yang lahir pada Mongso tersebut yakni Suta Manut Ing Bapa
lahir pada tanggal 26 Agustus - 18 September
KEADAAN UMUM

Mereka yang terlahir pada tanggal 26 Agustus � 18 September termasuk didalam Mangsa "KATELU" dalam perhitungan Horoskop Jawa. Mangsa "KATELU" berorbit selama 24 hari dan berada di langit belahan Tenggara. Kemunculannya ditandai dengan berhembusnya angin dari Utara ke Selatan dengan kekuatan sedang. Hawanya panas, sedangkan air untuk keperluan pertanian mempergunakan irigasi, sungai, atau sumur dengan menyiram tanaman palawija di sawah dan ladang. Saat itu adalah Musim Kemarau. Mangsa "KATELU" itu dalam pengaruh kekuasaan Dewi Kamaratih dan Batara Kamajaya. Ketika Mangsa itu berjalan, maka petani telah memulai panen palawija. Pada saat-saat seperti itu rasa percaya diri mulai timbul. Anak mulai percaya dan menghormat orang tuanya, mereka dapat makan kenyang walau dari jagung, kedelai, atau kacang. Maka mangsa "KATELU" ini candranya "Suta Manut Ing Bapa", yang artinya "Anak Menurut Kepada Ayah ". Penjabarannya adalah semua nasehat orang tua diturut oleh anak- anaknya. Hal itu dapat terjadi karena pengaruh daya sakti Dewa Kamajaya dan Dewi Kamaratih, dewa-dewi yang selalu rukun dan saling mencintai itu teryata mempunyai pengaruh besar kepada keadaan alam semesta maupun insan yang baru terlahir pada Mangsa "KATELU"tersebut. Sanghyang Kemajaya, adalah dewa yang menempati kaendraan di langit belahan Tenggara yang bernama "Cakrakembang" bersama Dewi Kamaratih, memelihara wilayah kekuasaannya. Memberkahi suatu kelahiran maupun musim dengan penuh kasih sayang dan disiplin. Orang yang terlahir tepat pada Mangsa "KATELU" itu akan mempunyai sifat kasih sayang, adil, senang berdamai, disiplin dan jujur.

Batara Kamajaya mempunyai sifat keras dan disiplin, tetapi ramah, murah hati penuh kasih sayang. Tidak senang menganggur, ada-ada saja yang dikerjakannya. Tetapi rejekinya tidak begitu banyak dan tidak dapat berhemat karena sifatnya senang menolong dan membantu kebutuhan orang lain. Orang yang terlahir dalam pengaruh Mangsa "KATELU" ini mempunyai candra "Peksi Aneng Luhur", yang artinya "Nurung Diatas". Dimaksudkan kalau mencari uang harus menunduk. Penjabarannya jangan melihat kesana-kemari karena akan merasa bimbang dan tidak sampai hati, akibatnya uangnya akan habis. Harus ingat bahwa di rumah anak-isteri menanti penghasilan anda. Karena kelemahan hati, maka uang yang dibawanya akan diberikan kepada orang lain. Batara Kamajaya digambarkan kepalanya menatap ke bawah, artinya selalu menyaksikan segala umat, baik senang maupun sedih. Kalau ada orang yang senang, maka akan bersyukur kepada Tuhan, dia ikut senang dan bahagia. Tetapi kalau menyaksikan orang susah, maka dia akan ikut bersedih, menangis, meratap dan akhirnya dia yang mengulurkan tangan menolongnya. Suatu keberuntungan bahwa Mangsa KATELU ini ditempati dua kekuatan yaitu Dewa Kamajaya dan

Dewi Kamaratih. Dewi Kamaratih selalu mendampingi suaminya dengan setia. Tidak berarti membabi buta, dia bisa menjadi penasehat yang baik. Kalau menyaksikan hal-hal yang tidak wajar maka Dewi Kamaratih akan menegur Dewa Kamajaya. Begitulah didalam diri orang "KATELU" seolah ada dua jiwa didalam dirinya yang sering berdiskusi, berdialog atas segala perilaku yang sedang diperbuatnya. Kalau itu telah terjadi dan menjerumuskan dirinya, maka Dewi Kamaratih akan menegurnya dan Dewa Kamajaya akan kembali sadar dan lurus kembali. Artinya orang KATELU bukannya manusia super, terkadang juga melakukan perbuatan yang tidak benar, hal itu akan terjadi hanya sebentar. Dia akan cepat sadar dan lurus kembali. Maka kalau anda termasuk orang "KATELU" seharusnya sangat bersyukur, karena pada umumnya mempunyai sifat-sifat yang baik, simpatik, jujur, dan selalu berusaha menjaga

kesucian. Baginya mengutamakan segala sesuatu dengan berterus terang itu lebih baik, dan sangat membenci kepada orang munafik. Dia sangat rajin bekerja, giat berjuang demi karier. Karena Dewa Kamajaya digambarkan menunduk, maka orang KATELU juga sangat pemalu. Dia tidak mau mengerjakan sesuatu dengan menonjolkan diri didepan umum. Dia lebih senang mengerjakan sesuatu dengan diam-diam. Walaupun begitu, kalau dia harus tampil di depan umum, maka dia akan bertindak dengan sangat hati-hati, serta dengan penuh ketelitian dan disiplin. Tentang pandangannya terhadap adat-istiadat sangat positif. Dia adalah tokoh yang sangat menjunjung tinggi harkat dan hakekat "Tatakrama", maka segala tindak tanduknya sangat diperhitungkannya dengan teliti berdasarkan tata kesopanan dan norma-norma Agama. Maka dia tidak akan mau diajak untuk makar, korupsi, menipu, atau perbuatan apa pun yang bersifat melanggar norma adat dan Agama. Kalau menginginkan suatu pekerjaan yang berhasil dengan baik dan tepat, orang mangsa "KATELU" orangnya. Dia akan mengerjakan dan menyelesaikan semua tugas-tugasnya dengan rapi, rajin, tepat dan sempurna. Dia tidak akan mau mengulur-ngulur waktu. Orang kelahiran Mangsa "KATELU" selalu berusaha untuk tidak merugikan orang lain, dan juga tidak mau dirugikan orang. Dia tidak ingin menonjol. Bahkan kalau dia mendapat kehormatan untuk tampil ke muka dan mendapat sanjungan, malah menjadi gugup karenanya. Dia tidak perduli dengan pandangan dan pendapat orang, yang penting dia tidak ingin dan tak pernah mempunyai gagasan untuk merugikan orang lain. Dalam keadaannya yang wajar, maka orang kelahiran Mangsa "KATELU" selalu menginginkan segala sesuatunya beres, bahkan kalau ada hal-hal yang menurutnya tidak benar, maka dia tidak segan-segan secara berterus terang menegur orang yang bersangkutan. Hal itu kadang-kadang membuat orang jadi risih, dia dianggapnya terlalu bawel, campur tangan, den cerewet. Masalahnya orang kelahiran "KATELU" ini tidak dapat berpura- pura dengan tutur kata, sehingga apa yang dikemukakan adalah kritik yang membangun, tetapi hal itu malah bisa menyulitkan dia sendiri, akhirnya dia jadi mengalah dan diam. Masalah pribadi, karena sering dia menyaksikan ketidakadilan, penyelewengan, pelecehan cinta dan lain-lain. Maka dia sering pula dihinggapi perasaan apatis, perasaan takut dan pesimis terhadap orang-orang disekitarnya. Khawatir kalau-kalau dia tidak akan mendapatkan kasih sayang yang murni dan sungguh-sungguh dari orang yang dicintainya. Inilah yang sering mengganggu dan mengacaukan konsentrasi pikirannya. Sehingga dia dapat berbalik menjadi orang yang pesimis. Maka seyogyanya dia harus mendengarkan petunjuk-petunjuk getaran jiwanya yang paling dalam, sehingga keraguan, pesimis, dan rasa takutnya dapat dilenyapkan. Maka apa yang seharusnya dilakukan untuk masa depan keluarga dan lingkungannya akan dapat dia kerjakan dengan baik dengan lebih berkonsentrasi dan kembali kepada pribadinya yang murni dan optimis.

KEADAAN FISIK

Orang yang terlahir dalam Mangsa "KATELU" ini mempunyai bentuk tubuh langsing, tingginya sedang, kepalanya agak bulat menandakan bahwa orang tersebut mempunyai kemampuan berpikir yang tinggi. Matanya kecil tetapi berbinar- binar bagi laki-lakinya, tetapi bermata redup bagi wanitanya. Kakinya tidak begitu besar, menandakan kalau orang kelahiran KATELU itu kuat berjalan jauh maupun mendaki gunung Sedangkan jari jemarinya lentik, menandakan kalau dia rajin bekerja. Wajahnya bulat telur dengan dagu lancip, kadang hatinya bimbang. Kurang teguh hati dalam menonjolkan diri atau merebut cita-cita, karena dia tidak senang bersaing dan menonjol, inilah faktor yang melemahkan dirinya. Tetapi orang "KATELU" disenangi dalam pergaulan, sehingga banyak kawannya. Suatu yang menguntungkan bagi orang KATELU adalah persahabatan. Karena bagi orang kelahiran Mangsa "KATELU", persahabatan adalah hal yang perlu sekali. Ada pula hal yang menonjol yang menggambarkan bahwa orang kelahiran Mangsa "KATELU" itu sering rnenghentak-hentakkan kakinya, juga menghentakkan jari-jemari tangannya. Hal itu menggambarkan bahwa dia seringkali gugup dan gelisah.

KEADAAN MASA KANAK-KANAK

Sejak masih kanak-kanak, orang kelahiran Katelu sudah menyenangi bidang seni, misalnya seni tari, seni suara, dan seni rupa. Perasaannya terlalu peka, dia sangat ingin menyenangkan hati kedua orang tuanya. Maka terkadang dia melakukan sesuatu diluar kehendaknya. Dalam pergaulan dia sangat disenangi, karena dia sering menolong kawan-kawannya dari berbagai kesulitan. Hanya sayangnya orang KATELU sering merasa ragu dan malu. Maka dia lebih senang mengerjakan sesuatunya secara diam-diam supaya tidak diketahui oleh anak lain. Barulah setelah apa yang dikerjakannya itu berhasil, dia mau memperlihat kan kepada anak lain. Padahal kalau dia berani tampil menonjol dan terbuka diantara kawan-kawannya maka dia akan lebih maju, bahkan dia akan mempunyai kesempatan utama.

Walaupun didalam pergaulan orang KATELU ini cukup banyak kawannya dan cukup menonjol karena disegani dan dihormati kawan-kawan yang pernah mendapat pertolongannya, Tetapi dikalangan keluarga sangat pendiam, tidak banyak omongnya, dan tidak banyak permintaannya. Bahkan keluarganya seringkali jengkel karena dianggapnya dia cepat berputus asa dalam memperjuangkan pendapat dan cita-citanya.

KEADAAN MASA REMAJA

Setelah orang kelahiran "KATELU" menjadi remaja, dalam pergaulannya ternyata sifatnya ketika masih kanak-kanak masih terbawa. Dia sangat pemalu, bahkan kalau dia terpilih untuk menjadi ketua OSIS untuk tampil di atas mimbar dia merasa gentar juga. Maka dia akan sangat berhati-hati dalam mengutarakan pendapat dan pidatonya, karena dia takut membuat kesalahan. Semua itu disebabkan karena orang kelahiran mangsa "KATELU" selalu ingin berbuat benar, dia takut sekali berbuat salah dan takut sekali melanggar norma-norma adat dan Agama. Banyak rencana kerja yang telah dipersiapkannya, tetapi dia tidak mau rencana itu diketahui oleh orang lain. Dia akan merasa takut dan sangat malu kalau sampai menemui kegagalan sedangkan hal itu diketahui orang lain. Maka dia lebih suka secara diam-diam. Begitulah seperti yang tergambarkan dalam lambang orang kelahiran Mangsa "KATELU", yaitu Batara Kamajaya dan Batari Kamaratih, Dewa dan Dewi yang menyebarkan kesucian dan kedamaian. Maka orang kelahiran "KATELU" mempunyai sifat seperti itu juga. Dia selalu berusaha untuk benar

dan suci dalam segala tindak tanduknya. Bahkan tidak akan pernah menyeleweng dari ajaran- ajaran Agamanya maupun adat-istiadat keluarganya. Sesuai dengan kesenangannya dalam bidang seni lukis atau seni rupa, maka dia juga senang bepergian untuk menambah wawasan dan menghidupkan jiwa seninya, disamping itu dia juga senang ke gunung yang berhawa sejuk, karena dia membutuhkan udara pegunungan yang sejuk untuk kesehatan paru-parunya. Sifat ragu-ragu dan cemas itu yang sering menghantui orang yang terlahir pada mangsa "KATELU", sampai-sampai didalam pergaulannya terhadap lawan jenis sering mentok. Karena dia tiba-tiba merasa khawatir kalau cintanya tidak terbalas, bertepuk sebelah tangan. Kalau hendak ngomong takut kalau menyakiti hati, dan dia akan diam seribu bahasa agar tidak menyakiti hati kekasihnya. Perasaannya selalu dimainkan, seperti juga cinta kasihnya yang menggebu-gebu tanpa batas waktu. Begitu pula kebenciannya terhadap seseorang tidak akan mudah terhapus, bahkan dapat meningkat menjadi dendam yang berkepanjangan. Pada dasarnya ada suatu segi yang baik bagi orang kelahiran mangsa "KATELU", yaitu sifat tekun, cerdik, cerdas, teliti, dan disiplin. Hal itu dapat dimanfaatkan dalam pekerjaan yang membutuhkan penanganan seperti yang dimaksud tadi. Dalam dunia pekerjaan orang kelahiran mangsa "KATELU" pada umumnya jarang yang menganggur. Dia akan selalu terpilih dengan karir yang baik, walaupun dia bermain di belakang layar.

CIRI KHAS

Tanda khas bagi orang kelahiran mangsa "KATELU" ini juga dipengaruhi oleh ciri-ciri khas Dewa Kamajaya dan Dewi Kamaratih. Dewa Kamajaya bentuk tubuhnya tidak gemuk, tingginya sedang, wajahnya menunduk, matanya kecil redup. Menandakan kalau orang kelahiran Mangsa "KATELU" ini mempunyai watak pemalu, tidak suka melirik kanan kiri, dan suka mengandalkan kemampuannya pribadi. Kepala bulat, menandakan kalau didalam kepala itu tersimpan gagasan-gagasan yang luar biasa, cerdik, cerdas, dan cermat. Tingginya sedang menandakan kalau orang ini tahan berkelana atau bepergian karena kakinya kecil artinya ringan kaki. Rambutnya hitam lemas, ada juga yang kecoklatan, berkulit kuning langsat. Janggutnya bagaikan lebah tergantung. Tetapi yang paling menonjol adalah kebiasaan orang kelahiran mangsa "KATELU" ini selalu menghentak- hentakan kaki atau meremas-remas jari jemarinya, yang menandakan kalau dia sedang gelisah. Tetapi pengaruh Dewi Kamaratih, wajahnya mendongak, maka kalau sudah terdesak, orang kelahiran mangsa "KATELU" ini berani maju ke depan dengan suara lantang tetapi penuh perhitungan dan kewaspadaan.

IKATAN PERSAHABATAN

Sahabat karib orang kelahiran mangsa "KATELU" adalah orang-orang yang terlahir pada mangsa "KAPITU" (23 Desember - 3 Februari), "KAPAT" (19 September - 13 Oktober), "DESTA" (20 April - 12 Mei), "KASO" (23 Juni � 2 Agustus), "KALIMA" (14 Oktober - 9 November), dan "KaATELU" (26 Agustus - 18 September). Tetapi sahabat yang paling baik adalah dengan orang yang terlahir mangsa "KAPITU" (23 Desember - 3 Februari). Pada umumnya orang kelahiran "KATELU" itu sangat pintar dalam pergaulan, dia dapat mengambil hati kawan-kawannya. Semua itu dapat terjadi karena dia selalu mau mengalah. Kemudian kawan-kawannya dapat mengambil suatu pelajaran yang baik dari orang "KATELU" itu, yang terbukti mempunyai sifat jujur, tidak

senang menonjolkan diri dan sopan. Maka terpilihlah dia menjadi kawan tempat bertanya bagi remaja sebaya dengannya. Walau sebaya namun dituakan oleh kawan-kawannya.

KEADAAN KESEHATAN

Seperti yang kami katakan terdahulu, bahwa orang kelahiran KATELU membutuhkan pergi ke pegunungan, selain menyaksikan keindahan untuk membangkitkan jiwa seninya, juga untuk menghirup udara pegunungan yang segar. Hal itu sangat baik untuk kesehatan paru-parunya. Karena disamping itu, bakat penyakit yang lain adalah gampang terkena sakit dada atau paru- paru, reumatik, khususnya tulang-tulang bagian lengan dan jari jemari tangan. Juga ada kemungkinan dapat terkenal sakit liver, maag, dan yang paling gawat gangguan sukar tidur, karena dapat juga mengganggu pada metabolism syaraf. Petunjuk untuk menjaga kesehatannya adalah dengan senam yang teratur setiap hari. Minum air putih minimal 1 liter setiap pagi.

PEKERJAAN YANG COCOK

Bagi orang yang terlahir pada Mangsa "KATELU" untuk menentukan pilihan pekerjaan yang cocok baginya, menurut ahli Horoskop Jawa haruslah diketahui terlebih dahulu hari kelahiran orang itu. Kemudian dilakukan pengelompokan hari lahir tadi menjadi tiga kelompok.

Sebabnya diadakan pengelompokan itu, karena hari satu dengan lainnya mempunyai perbedaan karakter hari. Maka setelah diteliti lebih mendalam dan memakan waktu yang cukup lama, akhirnya dibagi tiga kelompok karakter hari. Adapun kelompok-kelompok itu adalah sebagai berikut:

1. Eka

Untuk orang kelahiran Mangsa "KATELU" kelompok pertama ini adalah mereka yang terlahir pada hari Minggu, Rabu dan Jumat. Mereka ini adalah orang-orang yang mengutamakan harga diri, kesucian dan disiplin, tanpa menonjolkan diri. Maka Pekerjaan yang paling cocok adalah sebagai wartawan. Walaupun begitu tidak tertutup kemungkinan lain, yaitu sebagai pelukis, pemahat atau pengarang. Juga dalam bidang Kerohanian mempunyai kesempatan juga sebagai mubalig, pendeta atau pemuka agama dan spiritual. Tetapi yang paling mengangkat karirnya adalah pekerjaan dibidang komunikasi atau sebagai wartawan.

2. Dwi

Untuk orang kelahiran Mangsa "KATELU" dalam kelompok kedua adalah mereka yang terlahir pada hari Senin. Mereka ini adalah orang yang mengutamakan keuntungan materi (uang) walaupun dia adalah orang "KATELU" tetapi pengaruh hari Senin yang materistis itu, maka pekerjaan yang cocok adalah sebagai pedagang barang-barang elektronik, otomotif seperti mobil atau sepeda motor. Atau menjadi pegawai dan digaji orang. Dapat juga menjadi pedagang obat- obatan, apoteker, dan pengacara. Tapi yang paling cocok untuk pekerjaan dan karir adalah sebagai pengacara, atau pembela perkara.

3. Tri

Untuk orang kelahiran Mangsa "KATELU" dalam kelompok tiga adalah mereka yang terlahir pada hari Selasa, Kamis dan Sabtu. Mereka ini adalah orang-orang yang bersifat keras, berani, walaupun itu bukan karakter utama orang "KATELU" yang pemalu dan pendiam. Tetapi harus diingat bahwa yang menjiwai orang "KATELU" selain Dewa Kamajaya juga Dewi Kamaratih yang lincah, kenes (ramah) dan berani. Maka mereka yang terlahir pada kelompok hari ini memiliki pekerjaan yang cocok adalah sebagai pedagang keliling, biro jasa dan perjalanan, pegawai pada Perpustakaan, RS, membuka persewaan buku dan percetakan atau penerbitan. Tetapi yang paling cocok untuk pekerjaan maupun karirnya adalah menjadi penerbit atau percetakan.

GAMBARAN TENTANG REJEKI

Bagi mereka yang terlahir pada Mangsa "KATELU" dapat diketahui gambaran ekonomi dan keuangannya sebagai perwujudan rejeki yang dianugerahkan Tuhan kepadanya. Untuk kepentingan itu haruslah diteliti lebih lanjut berdasarkan Prasutayama maupun Horoskop Jawa. Maka ditemukanlah tiga kelompok hari lahir berdasarkan karakter masing-masing hari lahir tersebut, yaitu:

1. Eka

Mereka ini adalah kelahiran hari Minggu, Rabu dan Jumat. Kelompok ini rata-rata memiliki jiwa social yang tinggi, walaupun sebenarnya sejak masih muda dia sudah pandai mencari uang, tetapi karena jiwa sosialnya terlalu tinggi, maka uangnya habis untuk menolong orang lain. Beberapa diantaranya dapat terpilih menjadi ketua atau pengurus badan atau yayasan sosial. Dia akan merasa puas dengan keadaan itu, tetapi setelah umurnya meningkat 29 tahun dan telah menikah, maka rejekinya akan lebih baik dan keuangannya menjadi stabil, sehingga tidak kekurangan uang.

2. Dwi

Mereka adalah orang kelahiran Mangsa "KATELU" yang dilahirkan pada hari Senin. Kelompok ini adalah kelahiran yang paling baik diantara orang "KATELU" karena rejekinya mengalir bagaikan air sungai karena sukses dalam dunia usaha. Walaupun begitu dia masih mengutamakan kejujuran dan disiplin karena itu adalah moto orang "KATELU". Meskipun dirinya tidak senang menonjol, tetapi tetap memiliki jiwa sosial yang tinggi. Ekonomi dan keuangannya akan terus menjadi lebih baik setelah dia menikah, dan setelah umur 29 atau 41 rejekinya akan melimpah ruah.

3. Tri

Mereka ini adalah orang kelahiran mangsa "KATELU" yang terlahir pada hari Selasa, Kamis dan Sabtu. Kelompok ini adalah orang-orang yang juga mempunyai keberuntungan yang cukup baik sehingga dia dapat mencapai kebahagiaan. Sifat dermawan yang telah tumbuh sejak masih anak-anak dan remaja terus terpupuk subur karena dia dikaruniai rejeki yang cukup baik. Banyak kawan-kawannya yang selalu siap membantu bila diperlukan. Tidak sedikit pula mendapat keuntungan uang atau materi dari kawan-kawannya itu.

HARI JAYA

Hari yang baik bagi orang yang terlahir pada Mangsa "KATELU" adalah Rabu dan Sabtu. Tetapi yang paling baik memilih tanggal 6 Agustus sampai tanggal 28 Agustus. Lebih baik lagi kalau diantara tanggal-tanggal itu dipilih hari Rabu atau Sabtu. Pada tanggal 12 April setiap tahun, kedudukan Wuku Galungan berada pada titik kulminasi, artinya pada kedudukan yang tertinggi dan pada saat itulah Sang Hyang Kamajaya sedang memancarkan sinar kejayaannya kepada orang kelahiran Mangsa "KATELU". Pancaran anugrah yang optimal akan dirasakan dalam kehidupan manusia sebanyak empat kali dalam seumur hidupnya. Demikian berdasarkan perhitungan Horoskop Jawa yang telah menemukan hari-hari Jaya dan tanggal-tanggal baik untuk mengerjakan sesuatu niat maupun pekerjaan besar. Tentu saja semuanya itu kita serahkan kembali kepada Tuhan yang Maha Pencipta Alam Semesta ini. Manusia hanya berharap, tapi Tuhan jugalah yang menentukan.

HOBI

Orang terlahir pada Mangsa "KATELU" tidak banyak hobinya yang menonjol. Kebanyakan hobinya dinikmati sendiri.
1. Senang menyendiri, merenung di tempat sepi.
2. Membuat percobaan-percobaan secara diam- diam.
3. Mengembara dan panjat tebing.
4. Menyukai barang-barang seni dan kuno.
5. Belajar menari, melukis, dan seni rupa. Karena hobinya itulah maka orang "KATELU" dapat mencapai ketenangan, kemudian sukses dalam hidupnya. Semua itu dapat dicapainya dengan diam-diam pula, yang merupakan kejutan bagi orang tuanya.

JODOH

Bagi orang yang terlahir dalam mangsa "KATELU" mempunyai sifat yang baik sekali dalam pergaulan. Orangnya menyenangkan dan sopan tutur katanya. Begitu pula didalam tingkat perkawinan, dia sangat mesra dan romantis. Maka hidupnya sangat bahagia. Adapun pasangan atau jodoh kelahiran Mangsa "KATELU" itu adalah Mangsa "KAPITU" (23 Desember - 3 Februari), mereka adalah pasangan hidup yang harmonis dan akan mendatangkan kebahagiaan. Selain itu ada pula beberapa mangsa kelahiran yang cocok baginya, seperti juga dalam memilih sahabat yang cocok, begitu pula memilih pasangan hidup yang cocok. Di antaranya mangsa "KASO" (23 Juni - 2 Agustus), "KATELU" (26 Agustus - 18 September), "KAPAT" (19 September - 13 Oktober ), "KALIMA" (14 Oktober - 9 November), dan mangsa "DESTA" (20 April - 12 Mei). Sederetan petunjuk calon pendamping hidup itu, dapat dipilih walaupun jodoh ini Tuhan yang menentukan, tetapi bukankah manusia juga diharuskan untuk berusaha. Kalau usaha manusia itu direstui oleh Sang Maha Pencipta, itulah jodoh yang telah dipastikan.

BATU PERMATA

Bagi orang kelahiran mangsa "KATELU" ada beberapa jenis batu permata yang cocok baginya diantaranya adalah:

1. Batu Giok, batu ini mempunyai khasiat menolak sakit mata, sakit pencernaan, sakit pinggang, dan mencegah keletihan.
2. Batu Akik Lapis, dalam istilah batu mulia disebut Sardonyx, mempunyai khasiat mencegah keracunan.
3. Cornelian, mempunyai khasiat penawar sakit paru-paru dan jalan pernafasan.
4. Pink Yasper, berkhasiat mencegah sakit perut,

limpa, dan ginjal. Demikian selain batu-batu permata itu cocok untuk dipakai sebagai batu cincin, maka bagi yang percaya mempunyai khasiat seperti kami tuturkan di atas tadi.

WARNA IDEAL

Bagi orang Kelahiran "KATELU", warna-warna yang cocok dan serasi sebagai pakaian ataupun interior rumah ialah warna Kuning dan Hijau.

BUNGA

Baginya bunga yang cocok adalah: Sedap Malam, Melati, dan Anggrek.

3. Wuku anda adalah Landep. Sifat/karakter orang yang lahir pada Wuku tersebut, adalah: Bila perjalanan wuku memasuki orbit Mangsa "Katelu" dampaknya terjadilah perubahan dari ketentuan asli pengaruh wuku tersebut. Hal itu besar sekali artinya bagi kehidupan dan penghidupan seseorang, maupun peristiwa- peristiwa Alam semesta. Pengaruh Wuku Landep. Dewa: Batara Mahadewa. Candra: Binarnya Raditya. Secara umum terhadap sifat seseorang yang dilahirkan pada wuku tersebut: berbudi luhur, pemurah, gemar memuji orang. Sedangkan pengaruh terhadap kehidupannya adalah; Banyak rejeki, dermawan dan banyak kawannya. Kemudian akan terjadilah perubahan- perubahan pengaruh kosmis, akibat cahaya Zodiak yang disebut F-korona, yang mempunyai pengaruh kuat sekali terhadap Alam Semesta dan Kehidupan. Pengaruh Mangsa "Katelu" besar sekali terhadap peredaran Wuku pada kehidupan, penghidupan, sifat, dan pengaruh alam semesta. Walaupun wukunya sama, tetapi belum tentu keadaannya akan sama juga. Hal itu dapat terjadi karena pengaruh hari dan pasaran atau Weton.
kitab pimbon jawa dan tafsir mimpi
Share: